Upaya Kapolri Wujudkan Polri PRESISI Dalam Raker bersama DPR RI
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memaparkan peluncuran 15 aplikasi layanan publik berbasis teknologi informasi untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pelayanan polisi seperti semudah memesan makanan pizza. Menurut Sigit, hal itu dilakukan sebagai bentuk komitmen ketika dirinya melakukan Fit and Proper Test dan menyampaikan konsep Polri PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) di Komisi III ketika berstatus calon Kapolri kala itu. Pada saat yang sama Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mendukung Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk mewujudkan Rencana Strategis (Renstra) Polri Tahun 2020-2024. Apa konsep PRESISI yang yang dijabarkan Kapolri Listyo Sigit? Bagaimana implementasinya? Apa saja capaian kinerjianya selama hampir satu semester ini? Apa kritik saja kritik terhadap pelaksanaan PRESISI ini? Apa masukan untuk mewujudkannya?
Jakarta, 17 Juni 2021 – “Saat ini, Polri telah menerapkan 15 aplikasi pelayanan publik dengan online system dan delivery system sehingga pelayanan publik Polri dapat lebih cepat, mudah, serta transparan dengan prosedur yang sederhana agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan Polri semudah memesan Pizza,” kata Sigit dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan yang disiarkan YouTube, Rabu, 16 Juni 2021.
Adapun ke-15 aplikasi layanan tersebut, yakni SIM Internasional online, SIM Nasional Presisi (SINAR), Ujian Teori SIM online (EAVIS), E-PPSI (Elektronik Pemeriksaan Psikologi), E-Rikkes (Elektronik Pemeriksaan Kesehatan), BOS (Binmas Online Sistem). Selanjutnya ada Polri TV Radio, Samsat Digital Nasional (SIGNAL), SKCK online, Pelayanan Masyarakat SPKT, Aduan SPKT, SP2HP online, Patrolisiber.id, Dumas Presisi dan Propam Presisi.
Kapolri menambahkan, saat ini, Polri juga telah menyediakan nomor tunggal layanan Hotline 110 untuk masyarakat yang kapanpun dan siapapun membutuhkan bantuan dari aparat kepolisian. “Sejak hotline nomor layanan Polisi 110 di launching pada 20 Mei 2021, kurang lebih 20 hari, telah menerima 1.455.954 panggilan. Hotline layanan tersebut juga dapat digunakan sebagai sarana kontrol pimpinan dalam menilai kinerja satuan di bawahnya,” ujar Kapolri.
Di sisi lain, Kapolri juga menekankan soal implementasi peningkatan kesejahteraan personel melalui program perumahan dan kesehatan. Saat ini telah terbangun 108.795 perumahan untuk pegawai negeri pada Polri yang melebihi target awal dengan kenaikan persentase personel yang memiliki rumah sebesar 5,36 persen. “Program ini akan terus berlanjut sehingga seluruh anggota Polri dapat memiliki rumah yang layak,” kata mantan Kapolda Banten ini. Sedangkan dari segi kesehatan, Polri saat ini tercatat memiliki 52 Rumah Sakit (RS) Bhayangkara. 570 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan 11.484 tenaga kesehatan. Dalam raker itu, Komisi III DPR RI juga meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mempercepat penuntasan kasus yang menjadi perhatian publik. “Termasuk menindak tegas aksi premanisme, pungli, narkoba, mafia tanah, pelanggaran HAM, dan aksi kejahatan lain,” tegas Ketua Komisi III DPR-RI Herman Herry.
Selanjutnya, Kapolri memaparkan dalam 100 hari kinerjanya sebagai Kapolri telah menyelesaikan 7 perkara yang menjadi perhatian publik. Ke-7 perkara itu, antara lain penyerangan FPI di KM 50 di tol Purwakarta, tiga perkara pelanggaran protokol kesehatan yang melibatkan M. Rizieq Shihab (MRS). Juga perkara unlawful killing, perkara pungli atau pemerasan di Depo Greating Fortune dan Depo Dwipa Kharisma Mitra Jakarta.
Selanjutnya, perkara kebocoran data BPJS Kesehatan, kasus pinjaman “online”, kasus kebakaran kilang minyak milik PT. Pertamina di Balongan, Indramayu, dan Cilacap. Oleh karena itu, Herman Herry menjelaskan, kesimpulan Raker Komisi III DPR RI yang lain adalah mengapresiasi kinerja Polri dalam merealisasikan Program Prioritas dan Komitmen Kepemimpinan Kapolri.
Konsep Polri PRESISI
Awalnya, Kapolri Listyo Sigit memaparkan konsep PRESISI sebagai judul makalah yang disampaikannya dalam uji kelayakan sebagai calon Kapolri yaitu Transformasi Menuju Polri yang PRESISI. Konsep tersebut merupakan fase lebih lanjut dari Polri PROMOTER (PROfesional, MOdern, dan TERpercaya) yang telah digunakan pada periode sebelumnya dengan pendekatan pemolisian berorientasi masalah atau problem oriented policing. Dalam kepemimpinan Polri PRESISI, ditekankan pentingnya kemampuan pendekatan pemolisian prediktif (predictive policing) agar Polri mampu menakar tingkat gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui analisis berdasarkan pengetahuan, data, dan metode yang tepat sehingga dapat dicegah sedini mungkin.
Sementara itu, responsibilitas dan transparansi berkeadilan menyertai pendekatan pemolisian prediktif yang ditekankan agar setiap anggota Polri mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, dan berkeadilan. Peta jalan Transformasi Polri PRESISI itu diturunkan dalam empat bagian utama, yaitu Transformasi Organisasi; Transformasi Operasional; Transformasi Pelayanan Publik; dan Transformasi Pengawasan.
Dengan Polri Presisi, dia berharap dapat mengubah “wajah” Polri di hadapan masyarakat. Hal ini terkait dengan banyak mendapatkan kritik, masukan, dan pendapat warga terkait dengan kinerja Polri. Kapolri Listyo Sigit menilai kritik terhadap institusinya antara lain pelayanan yang diberikan Polri masih berbelit, sikap dan perilaku insan Bhayangkara yang arogan serta kasar, masih adanya pumungatan liar (pungli) di sektor pelayanan. Selain itu, anggota Polri dinilai masih menggunakan kekerasan dalam penanganan kasus, penyelesaian kasus yang tebang pilih, dan berbagai perilaku yang menimbulkan kebencian di tengah masyarakat.
Namun, Polri juga mendapatkan tingkat kepuasan publik yang makin mengarah pada optimistis, misalnya survei Mark Plus pada bulan Januari 2021 menunjukkan kepuasan masyarakat pada Polri dalam hal kompetensi SDM (sumber daya manusia), sarana dan prasarana, budaya, dan pelayanan yang cukup baik. Survei LSI (Lingkaran Survei Indonesia) dan Litbang Kompas juga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat kepada Polri makin baik meskipun ada upaya penyempurnaan secara serius oleh institusinya untuk mencapai kepuasan masyarakat. Ia pun yakin Polri PRESISI ini akan menjadi dasar untuk mewujudkan harapan masyarakat sekaligus akan menekankan pada pemolisian yang prediktif sehingga menciptakan pelayanan publik yang baik.
“Konsep prediktif diimplementasikan agar mampu memprediksi situasi dengan dasar analisis fakta dan data yang didukung teknologi informasi (TI) sehingga tindakan Polri lebih tepat dan mengatasi masalah dengan tuntas,” tukasnya. Implementasi pemolisian prediktif di Indonesia, dapat dikembangkan dengan mengedepankan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas) melalui pelaksanaan fungsi-fungsi terdepan kepolisian dalam sistem deteksi. Menurut dia, apabila hal itu terwujud, akan membuahkan agregat data hasil deteksi yang dapat dikelola melalui optimalisasi pemanfaatan teknologi digital berupa artificial intelligence (AI), internet of things (IOT), analysis big data, termasuk sistem pendukung lainnya dalam taksonomi bloom penguatan kelembagan Polri.
Implementasi dan Capaian PRESISI
Jenderal Listyo Sigit dilantik sebagai Kapolri pada 29 Januari 2021. Sehingga 100 hari kerjanya jatuh pada 8 Mei 2021 lalu. Setidaknya ada 16 program prioritas Kapolri yang dijadikan dasar pijakan seluruh personel dalam menjalankan tugasnya. “Seratus hari Kapolri merupakan dasar apa yang dilakukan semua anggota polisi jadi dasar dalam bertindak laksanakan kegiatan sebagai fungsi masing-masing baik di tingkat Mabes Polri maupun pada tingkat Polda, Polres dan Polsek,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam jumpa pers Capaian 100 Hari kerja Kapolri di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/5/2021).
Seluruh capaian di bidang pelayanan masyarakat dan internal itu demi mewujudkan semangat perubahan Polri menuju presisi atau prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Untuk mewujudkan 16 Program Prioritas Kapolri tersebut terbentuklah Posko Presisi yang mengawal dan memantau cita-cita semangat presisi tersebut. “Kegiatan ini dari eksternal Polri yang lakukan penilaian, ditunjuk untuk awaki di Posko Presisi yang kemudian memberikan penilaian apa saja yang dilakukan kegiatannya, kemudian mereka sendiri dari ekternal yang rumuskan sudah berapa pencapaiannya,” ujar Argo.
Adapun capaian yang dilakukan dalam 100 hari kerja Jenderal Listyo Sigit menjadi Kapolri di antaranya program perumahan bagi anggota kepolisian. Saat ini ada 10.000 perumahan yang rencananya bakal disiapkan bagi seluruh anggota. Meski diakui banyak kendala yang dihadapi, namun target itu terus berjalan.
“Sudah ada 34 Polda yang menggandeng bank pemerintah, ada beberapa yang ditawarkan ke anggota 34 Polda ada sekitar 10.000 rumah rencananya mau dilaunching 10.000 rumah. Mudah-mudahan dimulai tahun ke depan sehingga bisa tambah lagi program perumahan Kapolri ini, minimal kurangi kebutuhan personel Polri,” kata Argo. Kemudian, di bidang kesehatan Polri menyediakan 1.542 ruang isolasi Covid-19. Kemudian 134 ruang ICU pada 52 Rumah Sakit Bhayangkara di seluruh indonesia. Dari bidang kesehatan juga sudah ada e-yankes untuk monitoring kesehatan anggota secara real time.
Dari sisi internal, terkait masalah karier anggota Polri saat ini sudah disusun metode penilaian kinerja dan ada kewenangan dari para Kasatker. Apabila tidak terpenuhi syarat dan penilaian maka sistem tersebut tidak akan keluar di SDM Polri. Dalam 100 hari kerja, Kapolri juga tercatat ada 356 kegiatan sinergi TNI-Polri dalam penanganan bencana alam dan karhutla di 34 Polda. Kemudian, 967 patroli gabungan TNI, Polri, pemda dalam penegakan prokes di masa PPKM Mikro.
Di sisi lain untuk meminimalisasi komplain masyarakat, Polri telah meluncurkan aplikasi SIM di 12 Polda, aplikasi BPKB di 18 Polda, aplikasi STNK 12 Polda, aplikasi kecelakaan lalin dua Polda dan aplikasi penindakan pelanggaran di enam Polda. Ke depan bakal dipertambah banyak aplikasi-aplikasi tersebut.
“Aplikasi SKCK online 34 Polda yang sudah melakukan dan ada kemarin aplikasi SINAR yang sudah dilaunching oleh Ditlantas itu jumlah pendaftar 12.456 ini kurun waktu 13 April – 16 Mei meninggkat produksi SIM 9.141 dan, kemudian laporan BNPB 9.141 dan laporan BNPB sudah kami kirim ke kas negara. Perpanjangan SIM A atau SIM C untuk kurun waktu 13 -16 April SIM A ini 265.600.000 kirim ke kas negara SIM C 436.575.000. Juga ada layanan publik cepat dan mudah terukur dan berbasis teknologi informasi ini fungsi lantas sudah terapkan aplikasi SIM Internasional online ada juga SIM Nasional presisi ada aplikasi teori online dan aplikasi E-PPSI,” paparnyanya.
Argo juga menyebut ada aplikasi di Bareskrim SP2HP online, aplikasi Patroli Siber, aplikasi Dumas Presisi dan Propam Presisi. Dalam 100 Hari Kerja Kapolri, saat ini kepolisian juga memperhatikan pelayanan bagi masyarakat kelompok rentan dan berkebutuhan khusus di Polres dan Polsek. Saat ini, tercatat sudah disediakan 1.955 ruang ramah anak, 890 parkir khusus disabilitas, 2.301 jalur khusus disabilitas, 1.744 toilet disabilitas, 2.162 kursi roda. Dan ada 2.312 tanda khusus disabilitas.
Berikutnya, perekrutan Bhabinkamtibmas pada tahun 2021 ini bertambah 873 orang. Sehingga totalnya ada 42.000 di seluruh Indonesia. Namun, angka itu masih tidak sebanding jika dilihat dari jumlah desa yang ada di Indonesia. Peluncuran aplikasi E-Rekpro untuk pendataaan peserta Binlat yang berprestasi misalnya ada Bintara Polri dalam rangka modernisasi sistem online memanfaatkan teknologi informasi. Lalu, Polsek yang dijadikan basis resolusi sesuai Keputusan Kapolri. Setidaknya ada 1.062 Polsek yang ditunjuk untuk melakukan Harkamtibmas.
Lalu di bidang dunia maya, tercatat Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri saat ini sudah memberikan peringatan Virtual Police sebanyak 476 akun yang dianggap mengandung ujaran kebencian atau SARA. Angka itu selama kurun waktu 23 Februari hingga 10 Mei. “Kemudian untuk edukasi Siber TV informasi yang disajikan oleh kepolisian didukung oleh tokoh masyarakat, agama, publik figur yang kami gunakan dalam edukasi baik platform YouTube, Facebook, Twitter, dan Spotify atau Podcast,” tutur Argo.
Selanjutnya untuk penerapan ETLE pada bulan Maret 2021 sudah ada 18 Polda yang melakukan dengan jumlah titik CCTV sebanyak 255 titik. Dalam perencanaannya, Polri bakal mengadakan 12.004 kamera ETLE yang dibagi dalam beberapa tahap. Semenjak ETLE diterapkan tercatat di sembilan Polda ada 29.272 jenis pelanggaran. Dalam 100 hari kerja Kapolri juga tercatat ada 1.864 perkara yang diselesaikan dengan pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif.
Terkait pendampingan program Pemerintah Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tengah Pandemi COVID-19, Polri telah melakukan 127 penindakan terkait dana bansos di seluruh Indonesia, ada 25 penindakan asuransi dan investasi, 42 penindakan bahan pokok, 36 penindakan non bahan pokok, dua penindakan perindustrian dan 15 penindakan perlindungan konsumen. Kemudian, berkaitan dengan pengaduan online, dalam hal ini, Propam Presisi yang dilaunching tanggal 13 April, sudah ada 5.060 yang telah mendownload aplikasi. Kemudian, aduan sudah masuk ada 124 dan 39 aduan terlayani dan 85 aduan memenuhi syarat.
Kemudian di Dumas (Pengaduan Masyarakat) PRESISI yang merupakan bentuk satu integrasi antara Propam, Bareskrim dan Itwasum, saat ini sudah ada 8.646 laporan yang masuk. Dari angka itu, 7.529 sedang diawasi, dan ada 7.459 ditindaklanjuti, 70 dalam proses. Dan dari 7.529 ada 1.117 tidak berkadar pengawasan artinya laporan kurang lengkap atau tidak penuhi syarat. Lalu, dari sisi creative breakthrough (terobosan kreatif) di tingkat Mabes Polri, Polda, Polres dan Polsek sudah ada 8.238 inovasi berbagai macam yang dilakukan. Menurut Argo, masukan dari masyarakat terus dibutuhkan untuk Polri. Hal itu semata-mata untuk mewujudkan Korps Bhayangkara yang jauh lebih baik lagi ke depannya.
Catatan Kritis PRESISI
Meskipun implementasi dan capaian program Polri PRESISI mendapatkan apresiasi namun tak urung juga mendapatkan kritikan pedas dari para aktifis yang selama ini memang rajin mengkritisi kinerja Polri. Sebagai contoh lembaga KontraS memberikan catatan kritis terkait realisasi beberapa hal dari 16 (enam belas) program prioritas untuk mengukur sejauh mana institusi kepolisian mampu menghargai, melindungi, dan mengayomi.
Secara garis besar, KontraS menilai bahwa 100 hari kepemimpinan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit masih belum mampu menunjukkan perubahan signifikan dalam memperbaiki kinerja institusi Polri. Menurut KontraS, pencapaian 100 hari Kepemimpinan Kapolri Jenderal Listiyo Sigit bertolak belakang dengan tagline yang diusung, yakni prediktif, responsibiltas, dan transparan berkeadilan (PRESISI).
“Dalam konteks perubahan teknologi kepolisian modern di era police 4.0, Kapolri justru merealisasikan virtual police. Pemberlakukan virtual police ini justru menjadi alat represi baru di dunia digital karena menjadi ancaman konkret terhadap kebebasan berekspresi warga negara di media sosial.” Ungkap Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti sebagaimana di kutip media. Menurut KontraS, bentuk diskriminatif penegakan hukum tersebut membuat program prioritas kapolri dalam meningkatkan kinerja penegakan hukum justru berkebalikan dengan kondisi sebenarnya.
Selain itu, KontraS turut menyinggung praktik penyiksaan masih menjadi bagian dari cara polisi guna mendapatkan pengakuan dalam proses penyelidikan, serta mekanisme pengungkapan peristiwa dalam kasus pembunuhan di luar proses hukum (unlawful killing) turut menjadi deret masalah yang tidak menjadi perhatian dalam memperbaiki kinerja Polri.
Lanjut, Kontras mengungkapkan bahwa kondisi tersebut semakin diperparah dengan mekanisme yang lemah. Komitmen Kapolri dalam menguatkan fungsi pengawasan juga tidak tercermin dari carut marutnya penegakan etik kepolisian saat ini. ”Kondisi yang carut marut ini terlihat dari angka pelanggaran baik itu disiplin, etik maupun pidana yang terus mengalami kenaikkan.” Jelas Fathia.
Sementara itu Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh kepolisian tak kunjung membaik. Hal itu terlihat dari 100 hari pertama kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Bahkan kebijakan Kapolri baru, yakni Virtual Police (polisi virtual), berdampak pada menyusutnya kebebasan sipil karena menindak dan mengatur ekspresi warga di dunia digital. Menurut catatan KontraS, teguran yang dilayangkan Virtual Police menyasar kepada warga yang aktif mengkritisi pemerintah.
“Kami pada awalnya berharap Jenderal Listyo Sigit bisa mengubah persepsi penanganan kritik dan gagasan di media sosial secara lebih baik. Tapi hasilnya malah kontradiktif,” jelas Rivanlee. Ia menambahkan KontraS mencatat polisi setidaknya telah menegur 329 akun hingga pertengan April 2021. Salah satunya adalah teguran terhadap akun Instagram, Surabaya Melawan, setelah mengkritik Presiden Jokowi.
Selanjutnya peneliti KontraS Rozy Brilian menambahkan polisi juga tidak memperhatikan dampak terhadap masyarakat saat menjaga program investasi negara dan mendampingi program pemerintah terkait pemulihan ekonomi nasional. Menurutnya, kegiatan tersebut justru memunculkan ruang kriminalisasi bagi masyarakat dan aktivis. Misalnya, kriminalisasi terhadap kelompok tani di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada Februari lalu. “Yang baru saja terjadi juga, kasus di Desa Wadas, Purworejo. Polisi juga mengkriminalisasi 11 orang terdiri dari warga dan advokat saat aksi penolakan bendungan pada 23 April 2021,” jelasnya. Rozy menambahkan polisi juga berlaku diskriminatif dalam penanganan kerumunan saat pandemi COVID-19.
Menurutnya, polisi menyalahgunakan situasi darurat kesehatan sebagai celah pelanggaran hak asasi manusia. Misalnya, dalam pembubaran aksi Hari Perempuan Internasional lalu yang berujung pada kriminalisasi Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, Nining Elitos. Di sisi lain, polisi tidak bertindak saat terjadi kerumunan kala Presiden Joko Widodo berkunjung ke Maumere, Nusa Tenggara Timur pada 23 Februari 2021 lalu. KontraS juga menyoroti tidak ada perbaikan signifikan dalam penegakan kode etik kepolisian yang terlihat dari banyaknya pelanggaran disiplin, etik dan pidana. Menurut data Polri, setidaknya terdapat 536 pelanggaran disiplin, 279 pelanggaran etik, dan 147 pelanggaran pidana pada awal 2021.
Apakah PESISI Masih Sebatas Jargon?
Kita tentunya mengapresiasi respons cepat Kapolri untuk menjalankan program prioritas yang berjargon PRESISI seperti pembentukan kelembagaan Posko PRESISI, aplikasi pengaduan masyarakat (Dumas) PRESISI, aplikasi “Propam PRESISI, aplikasi SINAR (SIM Nasional PRESISI dan masih banyak lagi. Sungguhpun demikian pelaksanaan program dengan jargon PRESISI ini jangan sampai nasibnya sama dengan program yang digagas oleh para Kapolri sebelum ini. Sebagai contoh jargon PROMOTER atau profesional, modern dan terpercaya sejak zaman Jenderal Tito Karnavian hingga Idham Aziz, kerap kali salah kaprah dalam implementasi.
Jargon PROMOTER diterjemahkan dengan membuat aplikasi-aplikasi yang biayanya sangat mahal tetapi tidak berguna bagi masyaraka karena tidak dimengerti atau tidak dikelola secara profesional supaya berfungsi. Kalau misalnya dibuat aplikasi pelaporan, harus ada tenaga yang mengelola aplikasi pengaduan ini supaya terlihat ditindaklanjuti. Karena ada pengalaman yang disampaikan masyarakat dimana beberapa kali mencoba menghubungi tetapi tidak ada respon sama sekali. Jadinya seperti robot karena pengaduan tidak ada yang menjawab atau yang menindaklanjuti.
Dalam kaitan dengan implementasi proram Polri yang berjargon PRESISI, nampaknya masyarakat lebih melihat pada hasil secara substansi. Sementara hal hal yang terkait dengan kelembagaan atau prosedur kerja internal Polri nampaknya masyarakat tidak begitu peduli. Dengan program berjargon PRESISI diharapkan bisa terhapus pandangan masyarakat yang sering menjumpai kasus dimana kalau melapor karena kehilangan ayam bisa mengeluarkan biaya seharga kambing atau sapi. Demikian juga adanya insiden pungli yang masih sering terjadi di berbagai tempat diharapkan sudah tidak bisa ditemukan lagi. Selanjutnya masyarakat yang melapor meskipun dari kalangan rakyat jelatas bisa segera ditindaklanjuti tanpa memandang pangkat, jabatan atau uang karena faktor ini yang masyarakat sering tidak memiliki.
Dengan program prioritas yang berjargon PRESISI, masyarakat juga ingin melihat sejauhmana kasus kasus yang mendapatkan perhatian luas bisa segera ditindaklanjuti seperti kasus hilangnya Harun Masiku, diakhirinya tindak kekerasan yang masih diperlihatkan oleh anggota Polri, ketidakadilan dalam menanggapi laporan yang ditujukan ke Polri dan masih banyak lagi. Sampai saat ini masyarakat masih menunggu realisasi dari janji Kapolri untuk mengadili pembunuh enam laskar FPI, realisasi dari pelaksanaan penegakan hukum yang tidak tebang pilih dibuktikan dengan penangkapan terhadap mereka yang menjadi pendukung pemerintah saat ini seperti Abu janda dan kawan kawannya yang tidak pernah diadili.
Mengapa fenomena tersebut menjadi sebuah indikator pelaksanaan program berjargon PRESISI karena selama ini sebagian masyarakat yang menilai di era Presiden Joko Widodo, polisi terkesan menjadi alat penguasa, bahkan disebut-sebut di masa ini dwifungsi muncul kembali. Jika di masa Orde Baru aktornya adalah tentara, maka di masa sekarang ini aktornya tak lain adalah polisi. Karena condong menjadi alat penguasa pula seorang advokat publik pernah mengatakan Polri era saat ini begitu lekat dengan kekerasan, penahanan sewenang-wenang, dan kriminalisasi.
Hilangnya atau berkurangnya pandangan pandangan negatif sebagaimana dikemukakan diatas itulah hakekat yang menjadi tolok ukur keberhasilan program Kapolri yang berjargon PRESISI. Tanpa adanya bukti nyata untuk mengurangi atau menghilangkan stigma negatif tersebut kiranya program Kapolri yang berjargon PRESISI hanya sebuah program JARKONI, yang adalah akronim dalam budaya masyarakat marjinal di Jawa, singkatan dari `iso ngujari nanging ora iso nglakoni`, yang bermakna, tidak adanya kesesuaian antara omongan dengan sikap dan perilaku alias munafik (bisa berujar tapi tidak bisa melakoni).
Kini Jenderal Listyo Sigit sudah hampir satu semester menduduki posisi sebagai Kapolri. Kiranya masih banyak cukup waktu untuk membuktikan bahwa apa yang diprogramkan tidak sekadar janji atau sekadar ilusi. Akhirnya kita berharap semoga program Kapolri yang berjargon PRESISI bisa dapat terimplementasi secara substansi sehingga mampu mewujudkan sosok korps bhayangkara yang benar benar prediktif, responsif, transparan dan berkeadilan dalam mengemban tugas dan fungsi sebagai polisi. Karena sudah lama rakyat haus akan sosok Polri yang humanis, berwajah sipil, yang benar benar mau menghargai, melindungi dan mengayomi masyarakat dengan sepenuh hati. Apakah harapan ini bisa diwujudkan di era Jendral Listyo Sigit yang telah berkomitmen untuk menjalankan program Polri yang PRESISI?
Masukan Mewujudkan PRESISI
Oleh karena itu, penegakan hukum oleh Polri harus tegas namun humanis sehingga tidak boleh lagi ada adigium hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit fokus utamanya mampu menghadirkan wajah Polri yang memberikan masyarakat penegakan hukum yang berbasis keadilan, menghormati HAM, dan mengawal demokrasi. Sehingga tidak ingin lagi ada kasus nenek Minah yang mencuri kakao untuk bertahan hidup yang diproses hukum dan dipenjara sehingga lebih baik menerapkan keadilan restoratif dalam prosesnya. Polri ke depan tidak perlu memaksakan suatu kasus diproses hukum secara tuntas hingga divonis hukum karena harus dilihat kasusnya secara arif dan bijaksana. Misalnya, Polri menginisiasi pertemuan masing-masing pihak untuk diselesaikan secara baik, bukan melalui jalur hukum.
Ke depan, anggota Polri harus menjalankan peran tersebut untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Namun, tentunya dengan pengawasan yang ketat agar anggota Polri tidak menyalahgunakan wewenangnya. Contohkan langkah pengawasannya dengan menghubungkan bersama Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Nantinya juga polisi sektor (polsek) ke depannya hanya menjalankan tugas preventif, preentif, dan menegakkan keadilalan restoratif sehingga penegakan hukum hanya akan dilakukan di tingkat polres. Langkah itu diharapkan sosok polsek akan lebih dekat dengan masyarakat karena melakukan upaya pencegahan, pemecahan masalah di tengah masyarakat dengan pendekatan keadilan restoratif dan mengutamakan kegiatan yang hindari penegakan hukum. Selanjutnya, Jenderal Listyo Sigit juga melaksanakan delapan komitmen yang dijanjikan sejak awal memangku jabatan Kapolri yaitu salah satunya menjadikan Polri sebagai institusi yang “presisi”, yaitu singkatan dari prediktif, responsibilitas, transparan, dan berkeadilan.
Kedua, menjamin keamanan untuk mendukung program pembangunan nasional; ketiga, menjaga soliditas internal kepolisian. Komitmen keempat menurut Listyo, meningkatkan sinergitas dan soliditas TNI/Polri. Kelima, bekerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) dan kementerian/lembaga lain-lain untuk mendukung dan mengawal program pemerintah. Komitmen keenam adalah mendukung terciptanya inovasi dan kreativitas yang mendorong kemajuan ekonomi Indonesia. Selanjutnya, komitmen ketujuh adalah menampilkan kepemimpinan yang melayani dan menjadi teladan. Terakhir yang kedelapan adalah mengedepankan pencegahan permasalahan keadilan dengan mengedepankan keadilan restoratif (restoratif justice) dan menyelesaikan masalah (problem solving), dan setia kepada NKRI, serta senantiasa merawat kebhinekaan. Jika delapan komitmen tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sunguh, maka sudah menjadi keniscayaan bahwa konsep Polri PRESISI akan berhasil diwujudkan oleh Kapolri Listyo Sigit sesuai janjinya. (EKS/berbagai sumber)