TIROE – Terapi wicara kerap diberikan kepada anak dengan autism spectrum disorder (ASD) atau autisme. Terapi ini biasanya dilakukan di rumah sakit atau tempat terapi sesuai dengan kebutuhan si anak.
Namun, kegiatan terapis di rumah sakit atau klinik bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi anak autis. Orang tua juga harus aktif melakukan terapi di rumah.
Terapis wicara di Liliput-Klinik Tumbuh Kembang, Rifa Yustiyani mengatakan, peran orang tua dalam perkembangan terapi wicara untuk anak sangat penting. Saat di rumah, pelajaran yang telah diterima anak harus diterapkan kembali di rumah oleh orang tua.
“Makanya, ketika dilakukan terapi, kami mengajak orang tua masuk. Misal ibunya, kita perlihatkan, ‘ini lho, anak mama memerlukan ini’. Dia terapinya begini, di rumah juga harus begini. Jadi kita beri tahu cara-caranya,” kata Rifa saat dihubungi CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Jika di tempat terapi anak diajarkan mengenal nama-nama benda dan makanan, orang tua juga harus komunikatif di rumah dengan mengajukan pertanyaan dan mengajak mereka berbicara.
Misalnya, setelah berbelanja orang tua harus mengajak anaknya untuk memasukkan bahan-bahan makanan ke dalam kulkas dan mengabsen satu persatu benda apa saja yang ada di depannya.
“Misal, ini telur. Mana telur, taruh di mana telur. Buah jeruk simpan di mana, seperti itu. Harus diasah anaknya. Tidak boleh didiamkan saja,” kata Rifa.
Kesabaran
Memberikan terapi pada anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah. Rifa juga menyebut, saat diberikan terapi, tidak ada metode yang sama untuk anak yang satu dengan lainnya.
Rifa mengatakan anak dengan autisme kerap kali tantrum, kurang konsentrasi atau tidak nyaman dengan pelajaran yang diberikan. Jika hal ini terjadi, terapis dan orang tua harus bersabar dan tidak melakukan kekerasan.
“Kalau tantrum kami peluk. Kami diamkan saja, tapi sambil dipeluk. Kami ajak masuk orang tuanya. Kami peluk sampai anaknya benar-benar tenang. Kuncinya jangan pakai kekerasan,” kata Rifa.