Meskipun pandemi sudah berjalan cukup lama, pemerintah Indonesia masih menghadapi banyak tantangan termasuk yang paling dasar mengenai bagaimana meyakinkan masyarakat untuk percaya dengan pandemi, dan upaya untuk mengajak mereka mengurangi mobilitas dan menghentikan berbagai pelanggaran yang kerap terjadi di banyak tempat. Selain itu tampaknya kebijakan pusat dan daerah bisa tidak sinkron, bahkan bertentangan sehingga perlu ditegaskan tugas-tugas Pusat dan Daerah maupun sanksi yang disesuaikan dengan Undang-Undang. Di Australia, Pemerintah tidak harus mendapatkan dukungan secara politis atasu aturan-aturan dan Undang-undang yang mereka terapkan karena telah melewati proses yang dianggap sah dan legal. Sementara itu, Pemerintah Indonesia sepertinya merasa penting mendapatkan justifikasi penerapan itu, dan bahwa aturan-aturan harus ditaati. Seperti juga di banyak tempat lain di dunia, Australia masih menghadapi pelanggaran-pelanggaran prokes dan aturan lockdown, namun kasusnya sangat rendah sementara dan sanksi denda yang begitu tinggi. Mereka yang terkena sanksi tidak hanya masyarakat biasa tapi ada pula dari anggota parlemen, Wakil Perdana Menteri, Menteri negara bagian dan tokoh-tokoh masyarakat yang abai dengan aturan yang harus dipatuhi. Lebih jauh lagi, aturan sanksi terhadap lockdown di Australia sangat hitam putih dan simpel. Sejak awal pandemi hingga sekarang hanya dikenal satu aturan dan sanksi yang dengan jelas terinformasikan dalam laman-laman resmi pemerintah maupun media sosial mereka. Ia memberikan hak sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk mengambil tindakan yang menyalahi aturan Lockdown.
Jakarta, 7 Juli 2021. Indonesia, seperti negara-negara lain di dunia hingga kini masih dihadapkan oleh tantangan global persoalanserius yang sama, yakni pandemi Covid-19. Apalagi dengan munculnya varian-varian baru covid-19 yang membahayakan dan sulit dikontrol transmisinya.
Berbagai kebijakan strategis diupayakan setiap negara untuk menghentikan laju transmisi itu. Bila di Australia dikenal istilah ‘lockdown’ yang masih berlaku di beberapa negara bagiannya hingga kini, di Indonesia, pemerintahnya mengambil keputusan memberlakukan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM) darurat untuk beberapa kabupaten/kota di Jawa dan Bali dalam periode 3-20 Juli 2021 yang sedang berlangsung sekarang. Seiring pemberlakuannya, Pemerintah juga mengumumkan sanksi-sanksi apa yang akan dikenakan bagi setiap pelanggaran yang ditemukan aparat lewat operasi yustisi prokes yang melibatkan pemerintah-pemerintah di daerah.
Sanksi Pelanggar PPKM Darurat
Sesuai Imendagri Nomor 15 Tahun 2021, tertulis bahwa pelanggar PPKM Mikro akan mendapatkan sanksi yang diatur dalam Undang-Undang (UU). “Setiap orang dapat dikenakan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran dalam rangka pengendalian wabah penyakit menular,” tulis Imendagri dalam bagian kesebelas poin c. Berikut sanksi bagi pelanggar PPKM Darurat Jawa-Bali:
- UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Dalam Pasal 14 mengatakan bahwa:
(1) Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.
(2) Terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp500 ribu.
- UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam Pasal 93 tercantum:“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.”
Selain itu, sanksi juga diberikan pada Kepala Derah yang diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
(1) Sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk Gubernur dan/atau Wakil Gubernur serta oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk Bupati dan/atau Wakil Bupati atau Wali Kota dan/atau Wakil Wali Kota.
(2) Jika telah disampaikan 2 kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara selama 3 bulan.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Prof Agus Surono menyatakan bahwa pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat di Jawa dan Bali sudah sesuai instruksi Mendagri no 15/2021. Ia merupakan pemenuhan kewajiban asasi negara untuk melindungi seluruh warga negara. Tidak berlebihan bila peraturan perundang-undangan menegaskan mereka yang melanggar PPKM bisa dikenakan hukuman pidana. Dalam menjalankan dan mengawasi PPKM darurat, para kepala daerah berkoordinasi dengan TNI, Polri dan Kejaksaan. Instruksi tersebut menurutnya menjadi dasar dalam penindakan hukum selama pelaksaanaan PPKM darurat.
Ada sanksi tegas kepada gubernur, bupati atau wali kota yang tidak melaksanakan ketentuan yang ditegaskan dalam Inmendagri akan dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut, hingga pemberhentian sementara sebagaimana diatur Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Sementara bagi mereka yang melanggar kewajiban negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya dalam penanganan pandemi Covid-19 ini, bisa diberikan sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam berbagai undang-undang antara lain, dalam KUHP, UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit menular,” demikian penjelasan Prof Agus.
Menurut Prof Agus, dalam ketentuan KUHP terdapat beberapa pasal yang memberikan dasar hukum untuk dapat dimintai pertanggungjawaban pidana bagi mereka yang menghalangi proses penanggulangan pandemi Covid-19. Untuk itu Agus mengimbau seluruh warga negara agar mendukung dan mematuhi pelaksanaan PPKM Mikro Darurat yang digelar pemerintah.
Operasi Yustisi
Pihak Polri telah membentuk operasi bersandikan ‘Aman Nusa II Lanjutan’ dalam penerapan PPKM ini. Ada 7 Satgas yang dibentuk. Fi antaranya Satgas Gakkum yang melakukan penegakan hukum dan Operasi Yustisi terhadap perusahaan-perusahaan non-esensial. Upaya ini dilakukan dengan melakukan penyekatan demi mencegah mobilitas masyarakat. Operasi yustisi (pengawasan dan penindakan) dilancarkan dengan petugas merupakan gabungan Satpol PP, Brimob Polda, Denpom TNI, dan Satgas Penanganan COVID-19 tingkat kecamatan, yang menyasar titik-titik rawan seperti perbatasan kota dan spot keramaian yang berpotensi menjadi tempat transmisi virus. Sebagai contoh operasi yustisi di Jawa Barat diberi nama Operasi Senyum, merupakan upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dalam penerapan prokes 5 M, yakni memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Menurut Kepala Satpol PP Jabar M.A. Afriandi, operasi senyum bertujuan mendorong masyarakat patuh menerapkan prokes. Meski bernama Operasi Senyum, petugas tetap akan memberlakukan sanksi baik berupa denda uang maupun kurungan bagi pelanggar prokes sesuai undang-undang yang berlaku. Pelanggar akan diberikan sanksi sesuai Perda Nomor 13 tahun 2018 junto Nomor 5 Tahun 2021 atau ancaman pidana kurungan. Denda maksimal bagi perorangan senilai Rp5 juta dan bagi pelaku usaha Rp50 juta, ditambah kurungan 3 bulan. Selain sidang di tempat, sidang pelanggaran yustisi juga dilaksanakan di PN Kota Bandung. Tujuannya untuk memberikan efek jera dan pemahaman bahwa protokol kesehatan saat penting karena peningkatan kasus dilaporkan akibat rendahnya kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan.
Aneka pelanggaran
Walapun sudah ditetapkan berbagai sanksi-sanksi yang memberatkan, berbagai pelanggaran masih tampak terjadi dalam 4 hari terakhir di banyak tempat di pulau Jawa. Puluhan warga dan pelaku bisnis dilaporkan sudah didenda. Ada pejabat publik yang terang-terangan tidak mentaati aturan, dan banyak warga luar daerah tertentu yang berhasil terjaring dalam operasi penyekatan. “Ada sekitar 103 perusahaan non-esensial dan kritikal yang ditindak dalam rangka operasi yustisi,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus (7/7/2021). Gubernur DKI Anies Baswedan dilaporkan menindak Perusahaan Asuransi PT Equity Life Indonesia yang berlokasi di Sahid Sudirman Center, Jakarta Pusat lantai 43 saat melakukan sidak saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. PT Equity Life dianggap bukan perusahaan yang bergerak di sektor esensial maupun kritikal. Selain itu melanggar protokol kesehatan dan mempekerjakan ibu hamil saat pandemi.
Perusahaan pun diberikan sanksi penutupan operasi dan akan diproses hukum oleh kepolisian dengan dikenakan sanksi pidana karena melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. PT Equity Life Indonesia dijatuhi sanksi penutupan perusahaan sampai 20 Juli, selama PPKM Darurat. Selanjutnya, seorang lurah di Depok yang menggelar resepsi pernikahan di masa PPKM Darurat juga dilaporkan menjadi tersangka karena melanggar Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara. Demikian kata Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar, di Polres Metro Depok (7/7/2021). Kasus itu bermula dari beredarnya video seorang lurah di Kecamatan Pancoranmas, Kota Depok, yang menggelar resepsi pernikahan yang dihadiri banyak orang di tengah pemberlakuan PPKM darurat.
Jajaran penegak hukum di Bandung juga dilaporkan telah memberikan sanksi tegas kepada 25 warga yang melanggar prokes saat PPKM Darurat. Puluhan Warga Bandung Didenda Rp250 Ribu. Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung Iwa Suwia Pribawa menjelaskan, penindakan terhadap para pelanggar prokes dilakukan petugas Satpol PP. Warga yang membandel disidang di tempat yang digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Bandung dan dipimpin Hakim Yohanes (5/7/2021).
Di tempat lain, saat melakukan operasi yustisi, Pemerintah daerah Tangsel melaporkan masih banyaknya rumah makan yang melanggar aturan PPKM Darurat di daerahnya. “Mulai malam ini saya sudah tugaskan Kasatpol PP bersama dengan unit kerja yang lain, seperti Dinas Pariwisata, langsung turun ke lapangan malam hari ini dan langsung melakukan penindakan. Yang terberat penindakan adalah pencabutan izin usaha apabila terjadi pelanggaran. Ini yang yang harus kita tegakkan peraturan daerahnya,” kata Walikota Tangsel Benyamin Davnie (6/7). Benyamin tampak berkoordinasi dengan kepolisian, Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) untuk memberikan sanksi berupa tindak pidana ringan.
“Sesuai dengan Inmendagri nomor 15 itu diatur dalam pasal ke 10, yaitu ada beberapa undang-undang yang disebutkan. Jadi kita akan mempersiapkan infrastruktur nya. Prinsipnya semuanya siap, Pak Kajari siap menerjunkan jaksanya, kepala PN siap untuk menurunkan hakim-hakimnya, Pak Kapolres juga siap untuk menurunkan penyidik-penyidiknya. Tinggal kita lihat nanti di lapangan akan seperti apa,” ungkapnya. “Dilaporkan ada yang ditutup jam 10 dan balik lagi jam 11 ternyata masih buka. Kalau kaya gitu segel oleh Satpol PP, bikin berita acara dan lain sebagainya. Dalam penindakan ini juga kami akan bukan pilih-pilih, yang bandel akan kita tegakkan aturan betul,” jelas Benyamin.
Tim gabungan penegak aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Surabaya juga berhasil menjaring 145 pelanggar protokol kesehatan dan jam malam sejak Sabtu (3/7). Ratusan orang yang terjaring itu kemudian dimintai KTP, didata dan langsung dibawa menuju Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih menggunakan bus. Setelah itu mereka diperlihatkan pemakaman jenazah Covid-19 pukul 24.00 WIB di TPU Keputih, di belakang Liponsos. Mereka juga harus memberikan pelayanan sosial bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Liponsos. Sedangkan memasuki hari ketiga PPKM darurat di Cirebon, masih ada saja perlawanan yang kerap diterima dari masyarakat kepada aparat. Karenanya, menurut walikota Nashudin Aziz tindakan tegas harus diterapkan.
Nasehat dan imbauan untuk mematuhi protokol kesehatan tidak berlaku lagi. Akan ditindak tegas dengan menjaga kesantunan dan memberi apreasiasi kepada yang mematuhi ketentuan PPKM Darurat. Bersama TNI dan Polri Pemda Cirebon juga berkeliling mensosialisasikan ketentuan yang berlaku selama PPKM Darurat. Sanksi bagi pelanggar PPKM Darurat berupa penghentian, pembubaran dan penutupan kegiatan dan tindakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Yang tidak menggunakan masker didenda rp 100 ribu dan tempat usaha yang masih bandel buka akan dittutup paksa, Di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dilaporkan banyak warga luar daerah terjaring operasi penyekatan di Gerbang Tol Padalarang serta di titik penyekatan Cikole Lembang yang berbatasan dengan Subang. Selain itu ada resepsi pernikahan di Cisarua yang menggelar acara hiburan juga harus dibubarkan.
Sanksi
Jelaslah bahwa Pemerintah Indonesia telah menggunakan aparat penegak hukum menerapkan sanksi-sanksi sesuai hukum, terutama menggunakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap pelanggar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM ) Darurat. Sedangkan ancaman hukuman maksimal pidana penjara satu tahun dan denda Rp1 juta rupiah.
Sesuai penjelasan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agusn Leonard Eben Ezer (6/7), aproses penegakan hukum pelanggaran PPKM dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui acara pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) untuk pelanggaran Perda dan Acara Pemeriksaan Singkat (APS) untuk tindak pidana Undang-Undang Wabah Penyakit Menular atau KUHP.
“Kepala Kejaksaan Negeri agar melakukan koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan semua stakeholder terkait, untuk melakukan operasi yustisi yang dilanjutkan dengan sidang Tipiring ditempat terhadap pelanggaran Peraturan Daerah PPKM yang tertangkap tangan,” jelasnya. Tampak jelas pula bahwa Satpol PP dan Kepolisian mempunyai cara yang berbeda dalam memberikan sanksi bagi para pelanggar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat menerangkan, sanksi yang diberikan kepada pelanggar PPKM dibagi menjadi dua yaitu sanksi. Yaitu administratif dan pidana.
Tubagus menjelaskan bahwa sanksi administratif kewenangan dari Satpol PP dengan mengacu pada peraturan daerah (Perda). Sedangkan, sanksi pidana menjadi ranah kepolisian. Menurutnya, kepolisian terlebih dahulu mengumpulkan bukti-bukti sebelum menentukkan apakah pelanggar bisa dijerat Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. “Dasarnya Satpol PP memberikan sanksi administratif adalah Perda. Sanksi pidana dasarnya undang-undang. Itu yang dijadikan pendoman kepolisian melakukan penyidikan. Jadi pembedanya Perda dan undang-undang,” (6/7). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak ingin memastikan setiap pelanggar protokol kesehatan dikenakan sanksi tegas dan tanpa pandang bulu serta memastikan sanksi yang dijatuhkan tersebut mampu memberikan efek jera baik kepada pelaku maupun anggota masyarakat lainnya,”
Leonard menambahkan, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri untuk memastikan setiap pelanggar kesehatan pada masa PPKM Darurat dikenakan sanksi tegas tanpa pandang bulu.Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri juga diminta untuk berkoordinasi dengan Satgas Covid-19, Kepolisian, Pemerintah Daerah/Satuan Polisi Pamong Praja, dan Pengadilan dalam menggelar operasi yustisi penegakan hukum kedisiplinan PPKM Darurat.
Membandingkan Dengan Australia
Ada beberapa hal menarik yang perlu dicermati sehubungan dengan penerapan maupun sanksi penghukuman bagi pelanggar PPKM Darurat di Indonesia. Tampaknya, meskipun pandemi sudah berjalan cukup lama, pemerintah Indonesia masih menghadapi banyak tantangan termasuk yang paling dasar mengenai bagaimana meyakinkan masyarakat untuk percaya dengan pandemi, dan upaya untuk mengajak mereka mengurangi mobilitas dan menghentikan berbagai pelanggaran yang kerap terjadi di banyak tempat. Selain itu tampaknya kebijakan pusat dan daerah bisa tidak sinkron, bahkan bertentangan sehingga perlu ditegaskan tugas-tugas Pusat dan Daerah maupun sanksi yang disesuaikan dengan Undang-Undang.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa selama penyekatan PPKM darurat pada Senin (5/7) dan Selasa (6/7) lalu, ditemukan masih banyak pekerja non-esensial/kritikal yang melakukan mobilisasi. Alasannya mereka dipaksa kantornya kalau tidak masuk akan diperingatkan. “Kondisi sekarang ini belum bisa jadi penilaian (efektivitas) PPKM Darurat karena kan baru empat hari. Pelanggaran yang sempat dilakukan juga di hari ke satu dan dua, itu kan masih awal. PPKM masih berjalan panjang,” ungkap Sekda Pemda KKB, Asep Sodikin. Banyaknya pelanggaran ini menurutnya tidak bisa dijadikan indikator bahwa PPKM tidak efektif dalam membendung dan menekan mobilitas masyarakat. Pihaknya tetap memberlakukan sanksi tegas bagi para pelanggar. Namun mengedepankan pendekatan persuasif ketimbang represif pada pelanggarnya.
Pemerintah Indonesia masih saja harus terus menggenjot upaya-upaya sosialisasi, himbauan untuk ketaatan, upaya mengingatkan dan menginsyafkan masyarakat tentang bahayanya pelanggaran PPKM Darurat. Dalam aspek hukum dan sanksi, pihak pemerintah sendiri harus selalu mengingatkan penegakannya dan dalam banyak hal kadang tidak selalu konsisten. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin misalnya, perlu menyatakan setiap pelanggar protokol kesehatan harus dikenakan sanksi tegas dan tanpa pandang bulu. Ia juga perlu memastikan sanksi yang dijatuhkan mampu memberikan efek jera baik kepada pelaku maupun anggota masyarakat lainnya. Sedangkan pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Kepala daerah yang tidak menerapkan ketentuan PPKM darurat di Jawa-Bali, akan dikenai sanksi. Sanksi tersebut bisa berupa teguran tertulis hingga pemberhentian sementara.
Pendeknya, Pemerintah Indonesia telah menggunakan beberapa cara bagaimana dasar hukum perdata dan pidana diterapkan dan melibatkan semua elemen pemerintahan dari pusat, daerah hingga stokeholder. Dibandingkan dengan Australia, alur penegakan hukum dan akuntabilitas telah berjalan dan tidak berbeda karena munculnya pandemi covid-19.
Di Australia, Pemerintah tidak harus mendapatkan dukungan secara politis atasu aturan-aturan dan Undang-undang yang mereka terapkan karena telah melewati proses yang dianggap sah dan legal. Sementara itu, Pemerintah Indonesia sepertinya merasa penting mendapatkan justifikasi penerapan itu, dan bahwa aturan-aturan harus ditaati. Lebih jauh dari itu, pemerintah misalnya, merasa penting menunjukkan sanksi yang diterapkan didukung masyarakat. Misalnya media melaporkan bahwa Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid telah menyatakan dukungannya kepada pemerintah untuk memberikan sanksi tegas bagi para pelanggar protokol kesehatan (prokes).
Berbeda dengan Indonesia, saat ini masyarakat Australia juga sudah tidak lagi dalam taraf sosialisasi dan informasi seputar Covid-19 lagi. Ksemuanya telah tertata dengan baik dan terstruktur dalam sistem komunikasi yang prima. Selain menguatkan pelaksanaan protokol kesehatan, pemerintah Indonesia masih harus terus berupaya menyediakan vaksin Covid-19 dan pencapaian target vaksinasi sebanyak 1 juta per hari. Dalam hal pencapaian target vaksinasi, Australia juga menghadapi persoalan yang sama dengan Indonesia. Seperti juga di banyak tempat lain di dunia, Australia masih menghadapi pelanggaran-pelanggaran prokes dan aturan lockdown, namun kasusnya sangat rendah sementara dan sanksi denda yang begitu tinggi. Mereka yang terkena sanksi tidak hanya masyarakat biasa tapi ada pula dari anggota parlemen, Wakil Perdana Menteri, Menteri negara bagian dan tokoh-tokoh masyarakat yang abai dengan aturan yang harus dipatuhi.
Lebih jauh lagi, aturan sanksi terhadap lockdown di Australia sangat hitam putih dan simpel. Sejak awal pandemi hingga sekarang hanya dikenal satu aturan dan sanksi yang dengan jelas terinformasikan dalam laman-laman resmi pemerintah maupun media sosial mereka. Ia memberikan hak sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk mengambil tindakan yang menyalahi aturan Lockdown dimaksud. Sebagai negara Federal, setiap negara bagian memiliki kebijakan sendiri-sendiri dalam hal mobilitas manusia, penggunaan masker, isoman maupun aturan-aturan izin pengecualian yang bisa diberikan. Sebagai contoh di negara bagian NSW, aparat kepolisian dapat menjatuhkan denda di tempat sebesar 1000 dolar Australia dan 5.500 dollar setiap hari nyakemudian bila masih melanggar.
Polisi juga dapat menjatuhkan denda tidak menggunakan masker di beberapa tempat. Di pengadilan, seseorang yang melanggar aturan lockdown bisa ditdenda sampai dengan 11.000 dollar Australia atau penjara selama 6 bulan. Pendeknya, kuatnya sistem hukum dan pelaksanaannya di Australia telah membantu ketaatan dan sanksi yang jelas bagi masyarakat di benua kangguru ini untuk mengikuti suksesnya penerapan Lockdown yang sangat berhasil selama ini. (Isk – dari berbagai sumber)