Polri Bantu Ciptakan PPKM Darurat Efektif dengan Penyekatan Ketat

Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Pol Istiono, menyebut pihaknya akan membangun 1065 titik penyekatan selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan Persiapan Libur Iduladha. Ribuan titik penyekatan itu akan dibangun di Lampung, Jawa, hingga Bali. Titik penyekatan yang didirikan di sepanjang Lampung, Jawa hingga Bali merupakan upaya pembatasan yang selektif terhadap kendaraan yang melintas. Apakah penyekatan ketat tersebut jadi efektif? Wilayah apa saja yang ada penyekatan? Bagaimana pelaksanaannya? Apa dampak ekonomi penyekatan ketat ini pada masyarakat?

 

Jakarta, 15 Juli 2021 – “Pada kesempatan ini saya sampaikan bahwa nanti akan kita bangun 1065 titik penyekatan di wilayah Lampung sampai dengan Jawa dan Bali,” kata Irjen Pol. Istiono dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (14/7/2021). Kakorlantas lantas menyebutkan secara rinci seribu lebih titik penyekatan yang akan didirikan sepanjang Lampung, Jawa hingga Bali tersebut. Rincian titik-titik penyekatan sebagai berikut; Lampung 21 titik penyekatan, Banten 20 lokasi titik penyekatan
(2 lokasi di jalan tol, 17 di jalan non tol, dan 1 lokasi di pelabuhan), Polda Metro Jaya 100 lokasi titik pos penyekatan (15 lokasi penyekatan di jalan tol dan 85 titik di jalan non tol), dan Jawa Barat 353 lokasi (21 titik penyekatan di jalan tol dan 332 titik di jalan non tol),

Selanjutnya Jawa Tengah 271 titik penyekatan (27 titik penyekatan di jalan tol dan 224 di jalan non tol), Daerah Istimewa Yogyakarta 23 titik pos penyekatan semuanya di jalan non tol, Jawa Timur 204 titik pos penyekatan (18 lokasi di jalan tol, 185 di jalan non tol, dan 1 titik di pelabuhan), dan Bali 45 lokasi titik penyekatan (43 titik di jalan non tol dan 2 titik di pelabuhan). Penyekatan tersebut sesuai SE Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 14 tahun 2021 dan SE Menteri Perhubungan Nomor 43 tahun 2021 pelaku perjalanan pada masa PPKM Darurat dan Libur Iduladha harus memenuhi syarat dan hanya kendaraan esensial dan kritikal yang boleh lewat. “Titik penyakatan ini kita buat, kemudian kita lakukan pembatasan dengan selektif yang hanya bisa berjalan hanya kendaraan yang esensial dan kritikal,” ucap Istiono.

Sebelumnya Istiono menyampaikan, pihaknya terus melakukan evaluasi selama pemberlakuan penyekatan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Efektivitas penyekatan dan pembatasan mobilitas pun tampak pada hari kelima. Menurutnya, tidak ada lagi penumpukan kendaraan sepanjang 1 kilometer hingga 2 kilometer seperti yang terjadi pada Senin 5 Juli 2021 lalu. Penyekatan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan misalnya, terjadi kepadatan hanya 50 meter sampai 100 meter lantaran pemeriksaan. “Hari ini kita cek dan penyempurnaan penyekatan yang dilakukan cukup baik,” tutur Istiono dalam keterangan tertulis saat meninjau pos penyekatan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (7/7/2021). Berdasarkan catatan, lanjut Istiono, para pekerja dari Depok yang menuju Jakarta mencapai 900 ribu orang, sementara dari Bogor sebanyak 200 ribu orang. Hanya saja, aparat gabungan berupaya menegakkan aturan PPKM Darurat dengan maksimal. Antisipasi pun dilakukan di jalur-jalur tikus. Jika ditemukan ada yang melewati jalur alternatif tersebut namun bukan golongan pekerja esensial maupun kritikal, maka akan diberi sanksi.

Sementara itu, Polda Metro Jaya akan menutup 100 titik pos penyekatan PPKM Darurat mulai pukul 10.00 hingga 22.00 WIB. Bahkan, pekerja sektor esensial dan kritikal sekalipun tidak diperkenankan melintas. Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, kebijakan baru itu akan mulai diberlakukan sejak Kamis (15/7/2021). Pekerja esensial dan kritikal diimbau untuk berangkat ke kantor sebelum pukul 10.00 WIB.”Kami imbau kepada teman-teman yang bergerak di bidang sektor kritikal dan esensial silakan anda bergerak dari pukul 06.00 sampai 10.00 WIB,” kata Sambodo saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (14/7/2021). Selanjutnya mulai pukul 10.00 hingga 22.00 WIB hanya tenaga kesehatan, dokter, perawat, TNI-Polri dan kendaraan darurat yang diperkenankan melintas. Selain kategori tersebut Sambodo memastikan tidak akan diperkenankan untuk melintas.

“Di atas pukul 10.00 WIB itu kita jaga khusus nakes, dokter, perawat, darurat termasuk TNI-Polri, oksigen dan sebagainya. Di luar itu kami tidak layani. Karena, kita anggap yang kritikal dan esensial itu seluruhnya sudah masuk kerja,” katanya. Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menambah 25 titik pos penyekatan untuk membatasi mobilitas warga di masa PPKM Darurat. Sehingga Total ada 100 titik pos penyekatan yang tersebar di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi atau Jadetabek. Sambodo merinci; 19 titik pos penyekatan di antaranya berada di wilayah dalam kota, 15 titik di tol batas kota, 10 titik di batas kota, 29 titik di wilayah penyangga, dan 27 titik di ruas Jalan Sudirman-Thamrin.”Ini 100 titik penyekatan,” ungkapnya. Penyekatan dimulai sejak pukul 06.00 hingga 22.00 WIB. Para pekerja sektor esensial dan kritikal diperkenankan melintas sejak pukul 06.00 sampai pukul 10.00 WIB.

Namun Sambodo mengatakan polisi tidak menjaga jalur tikus di 100 titik penyekatan Jakarta saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat karena tidak efektif. Menurut Sambodo, jalur tikus yang dilewati warga pada akhirnya akan berujung ke jalan yang dijadikan titik penyekatan. “Mereka terserah mau lewat jalan tikus manapun tapi begitu masuk ke tengah kota, jalan itu yang kita sekat,” tegas Sambodo. Selain tidak efektif, dia mengatakan pemantauan di jalur tikus membutuhkan banyak personel. Dia yakin dengan penyekatan ini, mobilitas warga yang keluar masuk DKI bisa berkurang.

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, tingkat kesadaran masyarakat dan pimpinan perusahaan masih kurang. Selain itu, mobilitas masyarakat juga tidak menurun signifikan selama PPKM Darurat berlaku. “Jadi kali ini kami akan lebih tegas dengan beberapa ruas kami akan lakukan penyekatan, dari 63 titik ada penambahan 100 titik,” kata Yusri. Untuk penyekatan wilayah jawa Tengah, seluruh pintu keluar tol di wilayah Jawa Tengah akan ditutup mulai 16 hingga 22 Juli 2021 untuk menekan mobilitas warga saat PPKM Darurat. Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahhmad luthfi menyebut, 27 exit tol yang menjadi akses masuk ke wilayah Jawa Tengah akan ditutup. Selain menutup exit tol, Polda Jawa Tengah juga akan memperketat penyekatan di 224 titik masuk ke jawa tengah.

Menurut Kapolda Jawa Tengah, Provinsi Jawa Tengah dianggap sebagai episentrum dan pusat pergerakan masyarakat di mana Jawa Tengah dijadikan tujuan mudik dan tujuan aktivitas dalam bentuk apa pun. Sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mendukung penutupan pintu keluar tol Trans-Jawa. Ganjar menyatakan, meski angka COVID-19 di Jateng sudah tinggi, masih saja ada warga yang belum menyadari pentingnya mengurangi kegiatan untuk mengurangi risiko penyebaran COVID-19.

 

PPKM Darurat Efektif

Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah mengatakan PPKM Darurat di Pulau Jawa-Bali tidak akan langsung terlihat efeknya dalam waktu dekat. Menurutnya efeknya baru akan terlihat paling cepat tiga pekan ke depan. “Ketika intervensi [PPKM Darurat] itu dilakukan bukan berarti saat itu juga penurunan kasus [COVID-19] terjadi hari itu juga. Biasanya butuh waktu paling cepat tiga minggu,” kata Dewi dalam diskusi secara virtual melalui kanal YouTube BNPB, Rabu (14/7/2021). Perhitungan itu berdasarkan data saat pelaksanaan PPKM awal Januari 2021. Saat itu kata dia ketika pelaksanaan PPKM selama dua pekan belum terlihat efeknya. Kasus COVID-19 malah mencapai puncak dan baru menurun pada pekan ketiga. “Jadi kita berharap bahwa intervensi yang dilakukan pengetatan mobilitas, pengetatan aktivitas akan dapat mengerem kenaikan kasus dan mungkin dampaknya baru kita rasakan 3 sampai 4 minggu setelah implementasi,” ujarnya.

 

Dewi mengatakan kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas sangat berpengaruh untuk menekan peningkatan kasus. Sebab penularan COVID-19 saat ini jauh lebih cepat setelah adanya varian delta. Diketahui lonjakan kasus tiap hari mencapai puncaknya. Bahkan hari ini menjadi yang tertinggi dengan 54.517 kasus baru. Pemerintah sudah memprediksi lonjakan kasus COVID-19 akan tembus hingga 40 ribu per hari.  Sebelumnya Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pun tidak memungkiri angka kasus bisa lebih dari 40 ribu dan pemerintah tengah memitigasi masalah tersebut. Hal tersebut disampaikan Luhut usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi dan jajaran tentang penanganan COVID, Selasa (6/7/2021). “Sekarang kami sudah buat skenario gimana kalau kasusnya 40.000. Jadi kita sudah hitung worst case scenario lebih dari 40.000, bagaimana tadi suplai oksigen, bagaimana suplai obat, bagaimana suplai rumah sakit, semua sudah kami hitung,” kata Luhut.

Berikutnya Luhut menyebut pemerintah terus memperbaiki penanganan COVID-19. Ia klaim permasalahan seperti ketersediaan obat, oksigen, masalah tempat perawatan dan bed occupancy rate (BOR) hingga vaksinasi sudah mulai diperbaiki karena skenario penanganan terburuk sudah berjalan. “Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keadaannya, sangat-sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya. Nanti saya tunjukin ke mukanya bahwa kita terkendali,” kata Luhut dalam konferensi pers daring usai rapat terbatas daring, Senin (12/7/2021). Dalam sesi yang sama, Luhut mengaku pemerintah menargetkan kasus COVID-19 tidak melebihi 30 ribuan per hari. Ia juga melihat angka penambahan kasus harian berkisar antara 33 hingga 38 ribu kasus per hari dalam 3 hari terakhir. Ia berharap kasus COVID-19 di minggu depan mulai melandai. “Kami berharap minggu depan sudah mulai, mungkin kalau semua berjalan kita disiplin, akan mulai flattening atau mulai akan merata dan kita harap nanti cenderung akan terkendali. Selanjutnya kita juga berharap juga dengan disiplin kita semua, dan vaksin program jalan, prokes jalan, kombinasi semua ini pematuhan pada PPKM Darurat, kita akan bisa bertambah baik,” Papar Luhut.

Belum sampai 24 jam Luhut berbicara, kasus COVID-19 ternyata tidak mengalami pelandaian. Berdasarkan data yang dirilis Satgas COVID, Senin sore (12/7/2021), penambahan kasus konfirmasi positif justru melonjak di angka 40.427. Sehari kemudian, Selasa (13/7/2021) kasus baru pecah rekor lagi, yakni 47.899 pasien. Angka kematian pun masih tembus 800-an kasus atau masih tinggi dibanding pekan sebelumnya. Lonjakan kasus tinggi memang sudah diprediksi pemerintah. Pada Selasa (6/7/2021), Luhut mengaku pemerintah sudah punya skenario seandainya kasus konfirmasi positif COVID-19 melonjak hingga di atas 40 ribu. “Sekarang kami sudah buat skenario gimana kalau kasusnya 40.000. Jadi kita sudah hitung worst case scenario. Lebih dari 40.000, bagaimana, tadi suplai oksigen, bagaimana suplai obat, bagaimana suplai rumah sakit, semua sudah kami hitung,” kata Luhut kala itu.

Langkah pertama yang diambil pemerintah adalah mitigasi obat dan oksigen. Di dalam negeri, pemerintah redistribusi oksigen menjadi 100 persen untuk penanganan COVID-19. Kemudian pemerintah juga melakukan impor oksigen dari beberapa negara. Salah satunya mengimpor 10 ribu oksigen konsentrator dari Singapura. Di sisi lain, pemerintah mengubah asrama haji sebagai tempat ICU untuk menampung pasien. Kemudian, stok obat juga dikalkulasi ulang.  Kemudian, pemerintah juga menargetkan pengurangan mobilitas untuk menekan kasus lewat PPKM daerah. Mereka menargetkan 30-50 persen persen mobilisasi masyarakat berkurang. Kala itu, penurunan mobilisasi masih di angka 26-27 persen. Pada Senin, (12/7/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bocoran upaya pemerintah dalam penanganan COVID-19 lewat PPKM Darurat. Ia mengaku, pemerintah menargetkan pelaksanaan PPKM Darurat berlangsung selama 4-6 minggu ke depan. “PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan,” demikian tertulis dalam bahan paparan Sri Mulyani dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR RI saat menjelaskan skema jaring pengamanan sosial, Senin (12/7/2021).

Dalam rencana tersebut, pemerintah memberikan sejumlah skema jaring pengaman sosial seperti bantuan sosial tunai yang diberikan seperti bantuan uang dengan nilai anggaran Rp6,1 triliun di semester 1. Lalu, ada pembagian beras kepada 10 juta penerima PKH dan penerima bantuan sosial tunai (BST) sebesar Rp10 kg dengan anggaran Rp2,5 triliun. Pemerintah juga melanjutkan program subsidi listrik hingga pembagian sembako.

Dampaknya bagi Ekonomi? Chief Ekonom Permata Josua Pardede melihat penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali akan mempengaruhi laju pemulihan ekonomi Indonesia. “Kami perkirakan dampak dari PPKM Darurat berpotensi akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 sebesar 0,2% hingga 0,4% dari proyeksi baseline,” kata Josua kepada reporter Tirto, Selasa (13/7/2021). Josua memprediksi, sejumlah sektor akan terdampak akibat PPKM Darurat yakni sektor pariwisata, ritel, hingga transportasi udara.

Namun dampak yang dialami tidak separah PSBB pada 2020 karena masih ada beberapa sektor yang beroperasi selama menerapkan protokol kesehatan. Selain faktor sektor yang dibuka sebagian, kata dia, kontraksi tidak akan terjadi karena pemerintah mengakselarasi program vaksinasi dan penguatan 3T (testing, tracing & treatment). Metode ini diharapkan akan mendorong untuk melandaikan kasus harian dan menekan kasus aktif COVID-19. “Tidak hanya itu, pemerintah juga melakukan refocusing anggaran PEN dengan perpanjangan penyaluran Bantuan Sosial Tunai, perpanjangan stimulus program ketengalistrikan, percepatan penyaluran BLT desa dan percepatan penyaluran PKH & Kartu Sembako yang diharapkan akan membatasi penurunan konsumsi masyarakat,” kata Josua.

Josua justru khawatir apabila kasus serupa terjadi di luar Jawa-Bali. Oleh karena itu, kata Josua, pemerintah perlu lebih serius dalam penerapan PPKM Darurat agar wabah tidak meluas. Jika tidak melambatkan penyebaran yang kini terjadi di luar Jawa-Bali, maka ia khawatir agenda pemulihan ekonomi bisa semakin terhambat. “Apabila pemerintah dapat melandaikan kasus harian COVID-19 nasional sesuai dengan jadwal awal yakni 3-20 Juli, maka pemulihan ekonomi diperkirakan akan lebih cepat terealisasi,” kata dia. Namun demikian, apabila kasus harian belum juga menurun signifikan dalam periode tersebut, maka pemerintah dimungkinkan untuk memperpanjang masa PPKM Darurat hingga 6 minggu.

Semetara dari sisi kesehatan, Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai skema penanganan hingga 6 minggu yang digagas pemerintah sudah benar. Ia melihat, pemerintah berkalkulasi cukup baik karena tidak mungkin kasus COVID terkendali dalam 2 minggu. “Memang gak mungkinlah kalau dua minggu apalagi evaluasi seminggu pertama ini kita lihat masih banyak bolong-bolong, banyak regulasi yang belum dilakukan pengetatan seperti testing, 3T masih rendah masih banyak mobilitas dan sebagainya,” kata Dicky, Selasa (13/7/2021).

Dicky menambahkan, “Nah sembari ini bergerak untuk terus diperbaiki, ya memang arahnya menurut saya nggak bisa kalau kurang dari 6 minggu.” Dicky pun beralasan, penentuan 6 minggu sudah tepat karena upaya karantina lewat lockdown membutuhkan waktu dengan 2 kali masa inkubasi. Oleh karena itu, PPKM Darurat memang dibutuhkan hingga akhir Agustus. “Prediksi saya sih sampai akhir Agustus kita masih membutuhkan PPKM Darurat ini dan bicara PPKM Darurat ini bukan lockdown. Kalau lockdown rata-rata saja dua kali masa inkubasi paling cepat atau sebulan rata-rata 6 minggu juga,” kata Dicky.  Selain soal masalah penanganan, Dicky menyoroti soal angka vaksinasi yang juga anjlok. Saat ini, tenaga kesehatan mengalami tekanan besar akibat jumlah pasien yang tinggi sehingga bolong dalam memberi pelayanan vaksinasi. Situasi antara mendorong vaksinasi bersamaan dengan menangani pasien yang terus bertambah membuat tenaga kesehatan tidak fokus. “Nggak mungkin kita meningkatkan secara signifikan dan terpecah konsentrasi menangani pasien dan ini adalah konsekwensi yang logis sehingga sekali lagi penguatannya tentu harus direspons di hulu,” kata Dicky.

Dicky menambahkan, kasus COVID-19 di Indonesia diperkirakan jauh lebih besar dari angka 40 ribuan. Ia mengingatkan, data kasus saat ini bisa di atas 100 ribu. Ia beralasan, angka testing Indonesia berdasarkan data Our World in Data berada sekitar 25 persen per 8 Juli 2021 dan tidak mengalami kenaikan beberapa hari sebelumnya. Di sisi lain, jumlah kasus terus bertambah, bahkan kematian tembus hingga 1.000 orang per hari dan kasus konfirmasi harian terus naik hingga tembus 40 ribu, sementara episentrum kasus masih baru dari Jawa-Bali, belum pulau besar lain. “Sekali lagi sekarang pun sudah jauh di atas 100 ribu sekarang itu, tapi karena masalah sangat rendahnya testing, tracing ya akhirnya kita nggak menemukan kasus itu, makanya ya beban di fasilitas kesehatan akan terus meningkat bahkan sampai awal-awal Agustus memuncak,” kata Dicky.

Untuk itu, Dicky mendorong agar pemerintah memperkuat tes demi mencari dan mencegah penyebaran semakin meluas. Selain itu, pemerintah juga harus mewaspadai potensi penyebaran COVID secara meluas di provinsi lain, terutama di pulau besar luar Jawa-Bali. Ia ingin Indonesia belajar dari insiden India saat negara Bollywood itu mengalami ledakan klaster COVID varian delta. Pemerintah harus mencegah kematian dengan meningkatkan 3T, aksi menggencarkan vaksinasi serta membatasi pergerakan. “Kalau misalnya bisa dilakukan PPKM Darurat, ya lebih bagus lagi, tapi tetap saja 3T itu, tujuan PPKM apa pun, 3T ini harus dilakukan dengan vaksinasi dan visitasi ini,” kata Dicky.

 

Rencana Perpanjangan

Periode pelaksanaan PPKM Darurat rencananya akan berlangsung selama enam minggu. Hal tersebut terungkap dalam bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menjelaskan skema jaring pengaman sosial bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (12/7/2021). “PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan,” tulis bahan paparan Sri Mulyani dikutip Tirto, Senin (12/7/2021). PPKM Darurat, menurut Sri Mulyani akan sangat berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi, meski untuk menangkal laju pandemi COVID-19.

Untuk itulah, pemerintah sudah menyiapkan beberapa skema jaring pengaman sosial selama PPKM Darurat. Diantaranya yaitu memberikan tambahan bansos tunai yang akan diberikan sekaligus dua bulan untuk 10 juta masyarakat dengan tambahan anggaran Rp6,1 triliun di semester I.“Selain itu, perintah Pak Presiden kemarin juga sudah sebutkan ada tambahan dalam bentuk pemberian beras. Jadi kita memberikan kepada 10 juta untuk kelompok penerima PKH, kelompok penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) diberikan beras sebesar 10 kg ini total anggarannya Rp2,5 triliun ini sekaligus untuk Bulog menggunakan beras yang ada di dalam bidangnya sehingga mereka bisa terpakai 200 ribu ton untuk membantu kelompok masyarakat,” jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani melanjutkan, jaring pengaman sosial juga dilanjutkan untuk subsidi listrik. Pemerintah sudah melakukan perpanjangan subsidi listrik, dari yang tadinya 3 bulan diperpanjang menjadi 6 bulan. “Karena terjadi PPKM Darurat akhirnya kita perpanjang lagi menjadi 9 bulan sampai September ini 32,6 juta pelanggan tambahan untuk alokasinya mencapai Rp1,91 triliun yang semester 1,” kata dia. Kemudian untuk peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di kuartal ketiga semuanya akan diberikan Juli. Sri Mulyani mengklaim bantuan-bantuan itu akan membuat rakyat memiliki cukup ketahanan dalam bentuk dana yang langsung ditransfer pada Juli ini untuk tiga bulan ke depan. “Untuk sembako kami juga minta kepada Kemensos, kami paham Kemensos tengah membenahi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) namun juga membutuhkan untuk penyaluran sembako karena anggarannya sudah disediakan Rp40 triliun dan realisasi sampai Juni masih 17,75 triliun,” terang dia.

 

Kurangi Dampak Ekonomi Perpanjangan PPKM Darurat

Rencana perpanjangan PPKM Darurat ini belum diumumkan secara resmi. Namun aksi PPKM Darurat hingga 6 minggu akan berdampak buruk bagi dunia kerja. Timbul kekhawatiran ada lonjakan pengangguran akibat PPKM Darurat. Banyak perusahaan yang mungkin tak sanggup lagi, karena dengan adanys PPKM Darurat dia juga harus menutup tempat usahanya. Keputusan pahit yang akan dilakukan adalah pengurangan jumlah karyawan. Rekrutmen yang sudah mulai dilakukan pada Januari sampai Juni itu, bisa jadi dibatalkan rencannannya. Itu efeknya mungkin akan ke tenaga kerja yang menengah ke bawah ini.

Selain itu, masyarakat di kelas bawah juga akan semakin tertekan. Terlebih masyarakat Indonesia yang mengandalkan penghasilan harian sudah tidak bisa lagi bertahan. Kondisinya tentu akan berat, buat masyarakat menengah ke bawah itu kondisinya semakin berat. Karena situasi sekarang yang upahnya harian kemudian juga buruh lepas, itu akan memicu terjadinya gelombang orang kota ke desa [ruralisasi]. Karena tak bisa lagi bertahan hidup di perkotaan, maka mereka memutuskan untuk pulang. Karena itu itu pemerintah perlu mempertebal jaring pengaman sosial kepada masyarakat kelas bawah, untuk memastikan masyarakat tetap bisa bertahan selama masa PPKM Darurat.

Lalu kekhawatiran akan ada gelombang kemiskinan yang meningkat segera muncul. Kemudian juga tak menutup kemungkinan banyak yang jatuh kelaparan. Jaminan sosial juga kita sangat kecil. Realisasinya juga masih kecil yang baru mencapai 30-40 persen untuk total PEN. Karena itu relokasi anggaran untuk kebutuhan jaminan sosial harus ditambah, bukan hanya kebutuhan di sektor kesehatan. Maka kita harus dorong relokasi anggaran yang ekstrem ke perlindungan sosial.

Ketidakpastian perekonomian di semester II 2021 akan terjadi, akibat kenaikan kasus harian yang memaksa pemerintah melakukan PPKM Darurat. Semakin lama PPKM Darurat dilakukan, akan cukup sulit bagi pemerintah untuk mengejar target penerimaan negara di akhir 2021. Oleh sebab itu, penurunan kasus harian dan percepatan vaksin masih harus menjadi fokus utama pemerintah guna dapat menangkap kembali momentum pemulihan ekonomi yang sudah cukup baik di semester I 2021. Ada faktor penghambat tentunya adalah kenaikan angka kasus COVID-19 yang memaksa pemerintah membatasi kembali mobilitas masyarakat dengan implementasi PPKM Darurat. Namun, untuk pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara yang lebih baik ke depannya, PPKM Darurat sebenarnya menjadi langkah yang sudah tepat.

Selanjutnya masih ada faktor pendorong penerimaan negara agar tetap tumbuh. Salah satunya adalah dari kegiatan perdagangan internasional, sejalan dengan pemulihan ekonomi global terus terakselerasi. Jadi permintaan eksternal dapat meminimalisir potensi penurunan penerimaan negara akibat permintaan domestik yang diperkirakan akan melemah karena PPKM Darurat. Percepatan vaksinasi juga dapat menjadi katalis positif untuk dapat melandaikan kurva kasus COVID. (EKS/ berbagai sumber)

Exit mobile version