Mengefektifkan Hasil PPKM Darurat: Apakah Polri Perlu Fokuskan Titik Penjagaan, Tracer dan Bantuan Terhadap Pasien Covid-19?

Dengan munculnya wacana keterlibatan langsung yang lebih jauh aparat kepolisian membantu pihak kesehatan banyak disambut baik dan dianggap wujud pencarian solusi memperkuat keberhasilan PPKM darurat. Namun warga  banyak mengeluhkan peningkatan bantuan pertolongan itu akan sia-sia saja sepanjang sistem fasilitas kesehatannya masih tidak berjalan seperti harapan.  Meskipun titik penjagaan, tracer dan bantuan itu bisa menjadi solusi, penambahan staf nakes, jumlah total tempat tidur dan fasilitas kesehatan lainnya jufa masih menjadi isu vital. Bahkan media asing seperti Al Jazeera telah menyoroti persoalan utama sistem rumah sakit di Indonesia yang ambruk karena infrastruktur yang tidak mampu menampung para pasien Covid-19 yang meningkat tajam akhir-akhir ini.

 

Jakarta, 15 Juli 2021. PPKM Darurat yang dimulai sejak 3 Juli lalu kini tengah berlangsung hingga 20 Juli 2021.  Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, pada 8/7 lalu telah meminta kepada masyarakat, pekerja termasuk perusahaan mematuhi peraturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat ini. Menurutnya, esensi kegiatan PPKM darurat adalah untuk mencegah terjadinya interaksi masyarakat lewat penjagaan mobilitasnya.

Permintaan tersebut dikemukakan saat meninjau pelaksanaan vaksinasi masaal yang berlangsung di GOR Arcamanik, Bandung, Jawa Barat (8/7) yang dihadiri oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Kepala BNPB Letjen Ganip Warsito. Namun sesudah lebih dari seminggu PPKM darurat diberlakukan, masyarakat luas masih mempertanyakan tingkat efektifitas upaya membendung laju peningkatan transmisi varian baru delta Covid-19 ini.

 

Kasus Covid-19 Kian Menaik Tajam

Kasus aktif nasional per 13 Juli 2021 telah tercatat 407.709 orang atau naik 26.912 dibanding di hari sebelumnya. Angka ini jelas bukannya menunjukkan gejalan penurunan namun malah suatu peningkatan yang tajam. Merespon hal tersebut, Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyatakan bahwa sesungguhnya ini justru menunjukkan kemampuan Indonesia melawan pandemi Covid-19.

Menurutnya, kenaikan kasus positif yang tinggi ini juga diimbangi kenaikan kasus sembuh yang tinggi pula (13/7). Secara khusus Prof Wiku juga menyinggung soal kenaikan jumlah kelurahan yang kepatuhan menggunakan masker warganya kurang dari 60 persen yang menunjukkan peningkatan jumlah waga yang abai prokes. (14/7). Meskipun demikian, Wiku juga mengakui target PPKM Darurat terkait jumlah testing, tracing maupun vaksinasi masih belum sempurna.

Selain itu, walau PPKM Daruat sudah diberlakukan, tingkah kepatuhan warga justru terindikasi menurun.  Satu hal yang menurutnya harus diperkuat adalah dalam pembentukan posko penanganan covid di tingkat desa/kelurahan. Ia berpendapat bahwa faktor ini akan sangat membantu upaya terpenuhinya pencapaian target program pemerintah.“Posko yang terbentuk dari berbagai unsur masyarakat inilah yang membantu menjamin target dan program pemerintah terlaksana sampai ke hulu. Baik memenuhi target testing per hari sesuai dengan kondisi daerah, kemudian menargetkan tracing kepada lebih dari 15 kontak erat per kasus konfirmasi, kemudian imbauan pelaksanaan karantina dan isolasi dengan pelaksanaan entry dan exit test yang ketat dan perawatan pasien sesuai dengan tingkat keparahan gejala.” Demikian paparnya.

 

Penutupan 100 ruas jalan oleh aparat

Mobilitas masyarakat yang sulit terkontrol tampaknya juga urgen untuk disikapi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa meskipun PPKM darurat telah ditetapkan, mobilitas warga di DKI misalnya, ternyata masih sangat tinggi. Karenanya faktor ini menjadi sorotan baik oleh Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin maupun Menko Kemaritiman dan Investasi (Koordinator PPKM darurat) Luhut Binsar Pandjaitan.

Pihak kepolisian menyebutkan bahwa kemacetan di beberapa titik jalan di Jakarta tersebut tiada lain akibat  ribuan orang luar Jakarta yang masih terus berusaha melewati pos penyekatan meski sudah ada larangan. Itulah sebabnya, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo telah menetapkan bahwa mulai hari ini (15/7), pengetatan PPKM Darurat akan diterapkan.

Pengetatan tersebut dilakukan dengan penutupan 100 ruas jalan antara pukul 10.00 hingga 22.00 WIB. Dengan kebijakan penyekatan 100 titik jalan di Jabodetabek itu, berarti hhanya nakes (tenaga kesehatan seprti dokter, perawat) dan anggota TNI/Polri yang diizinkan lewat.

 

Perlunya penguatan hulu

Selain kebijakan penyekatan yang vital untuk menangani situasi terkini pandemi Covid-19, menurut epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman, seperti yang sudah diutarakan Prof Wiku, penting direspon terlebih dahulu. Menurutnya, saat ini tenaga kesehatan di Indonesia sedang mengalami tekanan besar akibat tingginya jumlah pasien, sehingga upaya meningkatkan vaksinasi menjadi keteteran. Tenaga kesehatan tidak dapat fokus dan kewalahan menjalankan tugasnya.

Selain itu, pemerintah juga harus  terus memperkuat tes demi mencari dan mencegah penyebaran menjadi semakin meluas di provinsi-propinsi luar Jawa-Bali. Indonesia harus belajar dari insiden ledakan klaster Covid varian Delta di India. Ini bisa dilakukan dengan peningkatan 3 T dan aksi menggencarkan vaksinasi di samping membatasi mobilisasi mereka.

 

Menekan Mobilitas Sebagai Indikator

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Bersama dengan Badan Anggaran DPR RI (12/7) telah menggarisbawahi pentingnya menurunkan tingkat mobilitas masyarakat. Ia juga setuju dengan pentingnya upaya akselerasi vaksinasi, efektivitas PPKM Darurat dan kesiapan sistem kesehatan baik fasilitas maupun tenaga kesehatannya untuk menahan penyebaran kasus.

Kepala Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 Hery Triyatno menyatakan bahwa pihak Satgas Covid-19 saat ini memang sedang terus bekerja keras mengurangi mobilitas untuk menekan tingkat penularan Covid-19. Keterlibatan semua pihak dalam upaya menekan kasus-kasus baru menurutnya amat diperlukan.

Menyangkut tugas dan kewenangan kepolisian (Polri) dalam pencarian solusi bagi penanggulangan Covid-19 ini, selama ini telah dilakukan berbagai langkah agar efektif. Selain upaya penyekatan dan pemutaran balik lalu lintas, penerapan denda dan tes swab juga telah diterapkan. Soal percepatan hasil test Swab melalui RT-PCR, Kapolri sebelumnya sudah mengingatkan pentingnya jaringan komunikasi antara masyarakat dengan elemen empat pilar. Misalnya, melalui Grup WhatsApp.

 

“Kecepatan tes RT-PCR harus kurang dari satu hari. Kegiatan tracing juga harus diperkuat. Group WA harus lengkap sela     in berisi masyarakat harus ada nakes, tracer, puskesmas, TNI-Polri. Hal ini dimaksudkan supaya penanganan jika terjadi apapun bisa cepat.” Demikian Kapolri.

Pencarian solusi lain yang mengemuka adalah soal wacana titik penjagaan, tracer dan tindakan personel kepolisian dalam membantu pasien ke rumah sakit. Persoalannya adalah bagaimana situasinya di lapangan dan sejauh mana hal-hal tersebut bisa efektif dilaksanakan?

 

Masalah titik penjagaan dan tracing

Agar PPKM darurat lebih bisa dilakukan secara efektif, upaya mengontrol mobilitas masyarakat juga harus dilakukan secara holistik.  Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng berpendapat bahwa pemerintah seharusnya menutup pintu-pintu kedatangan internasionalnya. Terbukanya pintu-pintu perbatsan dan pintu kedatangan internasional sesuai Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 47/2021 dianggapnya tidak konsisten dengan PPKM darurat yang sedang diterapkan.

Upaya meningkatkan tracing di Indonesia juga tampaknya tidak selalu bisa menemukan kasus-kasus. Menurut pengamatan banyak epidemiolog, ini dikarenakan sangat rendahnya testing di Indonesia.  Hal ini baik langsung maupun tidak langsung telah berakibat terhadap peningkatan beban fasilitas kesehatan hingga Agustus ke depan.

Selama ini Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga sudah makin turut dilibatkan dalam tracing Covid-19 terutama di tingkat desa dan kelurahan, bekerjasama dengan pihak puskesmas setempat. Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Alexander K Ginting mengakui keterlibatan unsur TNI/Polri mengawal dan mendampingi tim pelacak di tingkat desa membantu upaya mengurangi orang yang sembunyi dari tim pelacak.

Pelibatan unsur TNI/Polri dalam kegiatan tracing (pelacakan kontak erat kasus infeksi virus Covid-19) ini agar hasilnya bisa masif dan konsekuen. Mereka memang ditempatkan sebagai tenaga bantu mendampingi tim medis dalam pencapaian strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) agar kurva kasus bisa menurun.

Sebenarnya di lain sisi, masih ada berbagai keluhan dilontarkan oleh para tracer terutama dari relawan tracer yang merasa keberadaan mereka tidak dihargai. Mereka mengeluhkan pelatihan yang dirasakan kurang, penundaan insentif dan tiadanya jaminan kerja. Sementara itu, mereka merasa bahwa resiko terpapar varian baru Covid-19 amatlah tinggi. Sebagaimana dilaporkan media, memang tidak sedikit tracer yang terpapar covid-19 ketika menjalankan tugasnya melacak orang-orang yang berkontak erat dengan kasus Covid-19, memantau pasien Covid-19 dan upaya penanganan pandemi lainnya.

 

Bantuan Polisi Kepada Masyarakat

Tidak dapat disangsikan lagi bahwa keterlibatan unsur TNI dan Polri dalam program kesehatan sangat vital. Telah dijelaskan oleh Satgas Penanggulangan Covid-19 bahwa tugas penting sebagai pendamping dari aparat dalam mensukseskan program PPKM darurat ini. Pendekatan multisektor dipercaya akan menciptakan hasil yang ideal.

Dengan pendampingan pihak puskesmas oleh posko desa, TNI/Polri selama ini, pekerjaan mereka dapat dilakukan dengan lancar terutama dalam menjamin isolasi dan karantina sampai 14 hari bagi yang terpapar bisa dilakukan. Selain itu yang sakit juga banyak yang dibantu diantar ke rumah sakit, yang lapar dan haus dikirimi makanan dan usaha-usaha lain demi memutus mata rantai penularan Covid-19.

Selama ini telah banyak apresiasi masyarakat dalam upaya aparat kepolisian ikut membantu warga yang kritis karena terpapar Covid-19. Misalnya bantuan spontan beberapa polisi mengevakuasi korban untuk segera mendapat penanganan medis karena keterlambatan ambulan. Dengan munculnya wacana keterlibatan langsung yang lebih jauh lagi dari aparat dalam membantu pihak kesehatan banyak disambut baik dan dianggap merupakan wujud upaya pencarian solusi memperkuat keberhasilan PPKM darurat ini.

Namun warga  banyak mengeluhkan bahwa peningkatan bantuan pertolongan yang diberikan itu akan sia-sia saja sepanjang sistem fasilitas kesehatannya masih  tidak berjalan seperti harapan. Penambahan staf nakes, jumlah total tempat tidur dan fasilitas kesehatan lainnya masih menjadi isu vital. Bahkan media asing seperti Al Jazeera telah menyoroti persoalan utama sistem rumah sakit di Indonesia yang ambruk karena infrastruktur yang tidak mampu menampung para pasien Covid-19 yang tengah meningkat demikian tajam ini.

Pendeknya, percuma bila masyarakat merasa sudah bersusah payah datang ke rumah sakit, dibantu atau tanpa dibantu aparat namun pihak rumah sakit tidak siap menerima mereka. Hal ini juga termasuk dalam soal vaksinasi. Sementara ajakan vaksinasi gencar dilakukan, staf rumah sakit tidak dapat memberikan karena kewalahan menghadapi mereka yang kritis. Bila persoalan sistem yang bisa dibenahi ini dapat teratasi,  insiden yang semakin banyak terjadi tentang masyarakat yang  frustrasi ruang rawat rumah sakit rujukan penuh akan dapat dikurangi. Lebih jauh lagi, pihak aparat kepolisian  yang bertugas tidak lagi menjadi sasaran bukan saja tertular Covid-19 namun juga sasaran kekerasan yang ditunjukkan oleh masyarakat yang merasa tidak puas dengan Pemerintah dan Polri.

 

Pengawalan Obat dan Penyediaan Oksigen

Meskipun bantuan-bantun polisi terhadap kasus-kasus Covid-19 di masyarakat masih terus diperlukan, sebenarnya upaya yang lebih efektif dan dapat dilakukan kepolisian adalah pengawalan terhadap ketersediaan obat dan tabung oksigen. Meningkatnya kebutuhan akan obat-obatan dan tabung oksigen telah makin dimanfaatkan sejumlah pihak menimbun barang tersebut dan menjual dengan harga yang lebih mahal demi keuntungan semata.

Masalah ini tampaknya makin serius sebab Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadan menyatakan selama 5 hari pemberlakukan PPKM Darurat, sudah lebih darii 208 penyelidikan dilakukan Polri terhadap pelaku penimbunan obat maupun tabung oksigen. Merespon fenomena ini, sepertinya amat usaha Komisioner Kompolnas Poengky Indarti yang mendorong Polri untuk upaya pembentukan satuan tugas (satgas) khusus pemberantasan praktek penimbunan obat-obatan maupun oksigen saat Pandemi Covid-19, demi penegakan hukum dan pengawasan.

Saat ini yang diperlukan menurutnya adalah gerak cepat kepolisian dalam menjangkau toko obat, apotek, distribusi obat dan oksigen di seluru Indonesia karena kelangkaan faktor vital penanganan covid-19 terutama selama pemberlakukan PPKM darurat ini. (Isk – dari berbagai sumber)

Exit mobile version