Perlu Peningkatan Kewaspadaan Dan Kesiapan Di Wilayah Perbatasan Indonesia Dengan Negara Tetangga Guna Antisipasi Varian Baru Covid-19
Indonesia adalah negara kepulauan, yang memiliki pendekatan dan kebijakan yang jelas berbeda dengan Australia termasuk masih memberikan peluang warga asing dan repatriasi orang Indonesia di daerah perbatasan melakukan aktivitasnya, meskipun infrastruktur pengawasan khususnya dalam hal Covid-19 belum se-solid yang diidealkan. Karenanya, aneka inisiatif dan terobosan cara-cara yang lebij jitu dari sebelumnya perlu diformulasikan. Sinergi TNI-Polri sebagai garda terdepan harapan pemerintah jelas perlu ditingkatkan, yakni dengan cara terus bergerak menghadapi situasi sulit dalam fase baru pandemi ini. Selain upaya pengawasan ketat atas perbatasan negara, masih diperlukan upaya-upaya yang lebih teknis sesuai dengan pendekatan kesehatan publik dalam merespon situasi pandemi di bawah bayang-bayang varian baru yang lebih sulit dideteksi dan dikendalikan.
Jakarta, 3 Juni 2021. Dengan terdeteksinya 13 dari 20 kasus ABK asal Filipina yang terpapar varian baru virus Covid-19 dari India (B.1.617.2) di Cilacap baru-baru ini menunjukkan bahwa kewaspadaan terhadap wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga harus makin diperketat dan ditingkatkan, agar ‘outbreak’ Covid-19 seperti di India dan Malaysia tidak menjangkit Indonesia. Orang asing yang terpapar itu dilaporkan sempat dirawat jalan di RSUD Cilacap Jawa Tengah. Mereka masuk ke Indonesia lewat Cilacap itu menggunakan kapal MV Hilma Bulker Berbendera Panama dari India. Untuk mencegah penularan lebih lanjut, Pemerintah setempat menutup layanan rawat jalan selama sepekan.
Peristiwa di atas adalah satu dari banyak contoh betapa rawannya dari perbatasan Indonesia dengan negara-negara tetangga. Bila pada masa-masa lalu daerah perbatasan sering menjadi tempat terjadinya penyelundupan, human trafficking (perdagangan manusia), pintu masuk narkoba atau senjata api ilegal dan sebagainya, kini telah ditambah lagi dengan potensi daerah perbatasan Indonesia itu sebagai perlintasan strategik untuk masuknya kasus-kasus impor penularan covid-19 varian baru yang sama sekali tidak diharapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Kewaspadaan Terhadap Daerah Perbatasan
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito tahun lalu sudah mengatakan bahwa Indonesia harus waspada menjaga perbatasan untuk mencegah meningkatnya kasus Covid-19 seperti tampak menggejala di banyak negara dengan peningkatan kasus yang signifikan dan mengkhawatirkan. Pada April 2021 lalu, Ketua Satgas Penanganan Covid -19, Letjen TNI Dr (H.C) Doni Monardo meminta pimpinan daerah di perbatsan RI dengan luar negeri itu agar mewaspadai mobilitas penduduk di daerah perbatasan antar negara. Pengawasan ini terkait dengan lalu lintas orang dari luar negeri yang masuk ke wilayah Indonesia baik melalui darat, laut dan udara, terutama untuk potensi dan kemungkinan warga asing membawa covid-19 masuk ke Indonesia.
Daerah perbatasan darat antara Indonesia dengan negara lain juga tidak kurang rawannya, seperti perbatasan Pos Lintas Batas Negara dengan Malaysian dan East Timor di kawasan NTT maupun perbatasan wilayah Indonesia dengan PNG yang berbatatasan dengan provinsi Papua. Seperti yang kita ketahui, sehubungan dengan merebaknya wabah Covid-19, sejumlah syarat wajib telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia agar dipatuhi warga asing yang hendak masuk ke wilayah Indonesia.
Ketentuan kekarantinaan yang tidak dipatuhi lewat mobilitas penduduk di daerah perbatasan ditengarai menjadi pintu masuk petaka masuknya kasus impor ke Indonesia di tengah-tengah meningkatnya kasus-kasus baru di negara tetangga. Satu di antaranya adalah keharusan untuk 2 kali swab. Persoalannya adalah bahwa hasil swab yang dinyatakan negatf dari negara lain belum tentu sama hasilnya ketika tes swab itu dilakukan di Indonesia. Hal inilah yang merupakan tantangan utama yang sedang dihadapi oleh Indonesia. Secara umum, dapat dikatakan bahwa mereka yang sudah membawa surat bebas Covid dari luar negeri saja belum menjadi jaminan pasti, lebih-lebih yang belum di tes sama sekali ketika masuk ke Indonesia. Namun kendala yang dihadapi Indonesia dalam mengantisipasi Covid-19 di daerah perbatasan juga masih besar daripada yang diperkirakan.
Kepala Seksi Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia, Aris Suyono, menunjukkan beberapa kendala dan masalah, baik dalam hal testing, tracing, treatment, dan screening di wilayahnya. “Fasilitas pemeriksaan PCR tidak ada, sementara rasio kontak erat dengan kasus konfirmasi 1:1,5, sangat jauh dari standar 1: 20-30 kontak erat. Pemantauan pasien isolasi mandiri juga belum maksimal dan ketaatan isolasi mandiri tidak terukur,” Jelasnya. Yang tidak kalah pentingnya adalah terlalu banyak pintu masuk perbatasan lewat jalur ilegal atau jalur tikus.
“SDM di pintu masuk (perbatasan) terbatas, Kementerian Kelautan dan Perikanan di wilayah kerja Tarakan hanya mempunyai 5 SDM,” demikian ungkap Aris Suyono menambahkan. Akhir-akhir kasus Covid-19 di India, Jepang, Taiwan dan terutama dengan negara jiran Malaysia melonjak dan mereka menerapkan sistem lockdown. Hal ini harus direspon oleh Indonesia agar tidak ada kasus-kasus impor yang masuk ke Indonesia dari negara-negara tersebut. Menko PMK Muhadjir menghimbau agar kita mewaspadai penyebaran varian Baru Covid-19.
Semua pihak harus waspada pada penyebaran virus varian baru, terutama yang berasal dari India. “Varian ini harus kita waspadai, terutama ada tiga, dari Inggris, Afrika Selatan, dan India,” kata Muhadjir di sela-sela acara Milad Ke-56 Universitas Muhammadiyah Purwokerto di Banyumas, Jawa Tengah, (28/5/2021). Kasus-kasus impor bisa masuk ke Indonesia lewat lalu lintas pekerja migran yang kembali ke Indonesia atau masuknya warga asing yang tidak terdeteksi. Akibatnya kasus-kasus impor masuk ke Indonesia melintasai daerah perbatasan yang kurang terkontrol.
Menurut Muhajir, Di Sumatera banyak sekali pekerja migran maupun sanak-saudaranya yang melakukan penyeberangan lewat jalur tidak resmi atau di luar pengendalian kita. ”Yang sudah kelihatan sangat ganas, kan, India. Angka kematian di India harus diwaspadai betul, jangan sampai nanti merembet ke Indonesia.“ Setiap kali ada isu, ada kemungkinan potensi sumber penyebaran dari varian-varian baru harus segera ditangani. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda penyebaran, proliferasi belum,” paparnya.
Himbauan Kapolri
Kapolri jenderal Listyo Sigit Prabowo via video conference (vicon) terhadap seluruh Kapolda se Indonesia ingin agar jajarannya mewaspadai lonjakan tinggi Covid-19 yang tampak di Malaysia dengan perintah untuk perketat perbatasan. Ia meminta agar kluster baru Covid-19 diwaspadai dengan peka kepada kepala Satuan wilayah (Kasatwil). Lebih jauh lagi ia pun menyatakan perlunya mempercepat vaksinasi serta memaksimalkan atau terus mengawal PPKM Mikro untuk mencegah dan memutus mata rantai penularan Covid-19 khususnya di perbatasan negara.
Peningkatan kewaspadaan perbatasan harus dilaksanakan dengan tegas, komitmen dan dedikasi tanpa menerapkan standar ganda yang akan kontra produktif. Negara-negara yang sukses menjaga perbatasannya adalah yang menerapkan sistem karantina dan testing yang profesional, pelaksanan swab. Bila penjagaan perbatasan bisa dilakukan dengan baik, maka penanganan covid-19 di dalam negeri yang sudah kompleks itu dapat difokuskan untuk peningkatannya nya. Yang dikawatirkan adalah dengan masuknya kasus-kasus impor bisa menyebabkan tingkat angka kematian akibat Covid-19 meningkat.
Belajar dari negara lain?
Selain upaya-upaya yang dilakukan dan kendala-kendala yang masih dihadapi, sepertinya contoh negara-negara lain yang telah terbukti sukses melaksanakan kebijakan soal perbatasan harus pula mendapat pertimbangan. Ketegasan dan kesiapan merupakan dua kata penting yang menjadi syarat bagi antisipasi di daerah perbatasan tersebut. Contoh yang paling ekstrim dalam kebijakan dengan perbatasan adalah negara Australia. Kewaspadaan negara ini dalam kebijakan perbatasan sudah terpatri sejak awal Covid merebak dan diteruskan hingga sekarang, terutama ketika varian baru Covid-19 dari India muncul.
Sudah sejak Maret 2020 pemerintah Australia menutup total perbatasannya. Tidak seperti Indonesia, setiap orang asing dilarang masuk dan batas kedatangan mereka pun amat dibatasi. Sementara negara-negara lain berjuang menghadapi tantangan peningkatan jumlah orang yang terpapar Covid-19, berbulan-bulan lamanya tidak ada kasus penularan di masyarakat di Australia dan tercatat kurung dari 1000 kematian saja selama pandemik berlangsung.
Data ini telah menjadikan Australia menjadi salah satu negara yang memiliki cerita sukses dalam menghadapi Covid-19. Di mana tingkat penularan hampir 0 dan kehidupan masyarakat masih dapat berjalan normal. Para ahli menyatakan bahwa hasil menakjubkan ini haruslah berterima kasih aras tindakan Pemerintahnya menutup perbatasannya dan ditambah dengan kebijakan Pemerintahnya yang dijalankan dengan konsisten dan didukung publik. Tercatat hampir sebanyak 75 persen lebih kebijakan ini disetujui oleh masyarakat Australia.
Pemerintah Australia sangat tegas dan rinci dalam memberikan informasi penting mengenai kewajiban karantina bagi mereka yang harus datang ke Australia. Informasi tersebut lengkap tersedia pada website mereka dan prosedurnya menunjukkan sifat ketegasan dan komitmen peuh Pemerintah Australia dalam keseriusannya melindungi masyarakatnya dari ancaman Covid-19. Mereka yang berkunjung ke Australia diharuskan menjalankan karantina selama 14 hari di kota dimana mereka tiba di Australia.
Mereka ditempatkan pada akomodasi-akomodasi khusus yang ditunjuk, dan mereka sama sekali tidak diperbolehkan melakukan perjalanan domestik termasuk mengunjungi rumah mereka sendiri atau melakukan penerbangan koneksi sebelum masa 2 minggu karantina selesai. Mereka akan dites Covid pada waktu 48 jam dan antara hari ke-10 dan ke 12 dari masa karantina mereka tersebut. Dengan penerapan Undang-Undang Biosecurity yang dikeluarkan pada 2015, mereka diwajibkan tetap berada di akomodasi sampai bukti kesehatan mereka keluar sebelum masuk ke dalam masyarakat Australia.
Pada sistem perbatasan terkini, mereka yang bukan warganegara dan berstatus Permanen Residen (pemukim tetap), tidak diijinkan melakukan perjalanan msauk ke Australia terkecuali memiliki izin khuaus yang dikeluarkan Pemerintah. Sistem Australia ini dianggap penjagaan perbatasan yang paling ekstrim dan paling disiplin di seluruh dunia. Tetapi nyatanya sistem ini memang telah bekerja dengan baik.
Seiring dengan munculnya varian-varian baru (Afrika Selatan, Inggris dan kemudian India), tingkat penularan Covid-19 semakin sulit terdeteksi dan simptom yang tidak sama. Hal ini menjadi latarbelakang banyaknya negara di dunia yang tidak punya pilihan lain kecuali menyikapinya dengan tegas. Bila aturan mengenai perbatasan sebelumnya kurang keras, kini menjadi pilihan beberapa negara seperti negara-negara di Eropa. Negara Australia sendiri, langsung mengunci daerah perbatasannya untuk menyumbat virus Covid-19 tidak bisa masuk lebih kerasa dari sebelumnya.
Mereka yang dianggap berada di India selama 14 hari sebelumnya dilarang masuk ke Australia meskipun mereka adalah warganegara Australia sendiri.Perhatian difokuskan pada mereka yang kembali dari India dan memasuki Australia. Kebijakan yang dikenal sebagai ‘membentengi Australia’ ini antara lain dilatarbelakangi oleh alasan masih lambannya vaksinasi di negara Kangguru ini. Meskipun mendapat protes besar dan dinilai rasis, tujuan utama Australia untuk menahan agar varian baru itu tidak tersebar.
Australia telah mengumumkan tidak akan dibuka daerah perbatasannya sampai pertengahan 2022, dan menempatkan Australia dalam isolasi selama waktu 2 tahun. “Ini adalah persoalan virus dan bukan masalah rasisme” kata Perdana Menteri Australia. Namun harus diakui pula bahwa secara politis, penutupan pintu perbatasan sebenarnya telah memberi dukungan publik kepada Pemerintahan Partai Liberal. Selain itu sebagian besar orang Australia setuju dengan kebijakan yang keras tersebut.
Nick Coatworth, mantan wakil pejabat kesehatan Commonwealth dan spesialis penyakit menular mengatakan bahwa di masa depan ketika jumlah myoritas masyarakat sudah sudah divaksinasi, akan ada dorongan-dorongan untuk membuka perbatasan, dan kita harus mempertimbangkan hal itu. Menghentikan penyebaran virus Covid-19 di wilayah perbatasan, di mana banyak manusia hilir mudik menyeberang antar negara, bukanlah pekerjaan mudah.
Repatriasi atau kepulangan kembali orang ke negeri asalnya telah perhatian serius pemerintah, termasuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan berbagai kendala dan masalah yang harus dihadapi, terutama masih besarnya kemungkinan varian baru Covid-19 masuk lewat mobilitas manusia di daerah lintas batas. Australia telah menunjukkan bahwa model yang keras terhadap kebijakan daerah perbatasan berhasil dan cocok untuk Australia sebagai negara benua yang amat riskan dengan transmisi yang tak terkendali.
Indonesia adalah negara kepulauan, yang memiliki pendekatan dan kebijakan yang jelas berbeda dengan Australia termasuk masih memberikan peluang warga asing dan repatriasi orang Indonesia di daerah perbatasan melakukan aktivitasnya, meskipun infrastruktur pengawasan khususnya dalam hal Covid-19 belum se-solid yang diidealkan. Karenanya, aneka inisiatif dan terobosan cara-cara yang lebih jitu dari sebelumnya perlu diformulasikan. Sinergi TNI-Polri sebagai garda terdepan harapan pemerintah jelas perlu ditingkatkan, yakni dengan cara terus bergerak menghadapi situasi sulit dalam fase baru pandemi ini.
Di samping itu upaya pengawasan ketat atas perbatasan negara, masih diperlukan upaya-upaya yang lebih teknis sesuai dengan pendekatan kesehatan publik dalam merespon situasi pandemi di bawah bayang-bayang munculnya varian baru yang lebih sulit dideteksi dan dikendalikan. (Isk – dari berbagai sumber)